Pemilukada Kabupaten Serang sudah berakhir. Di Kabupaten Serang hasil pencoblosan 9 Mei lalu pasangan Taufik Nuriman dan Tatu Chasanah memperoleh suara 304.629 (55,10%), pasangan nomor urut dua Andy Sujadi-Sukeni yang memperoleh 177.817 suara (32,16 %) dan pasangan nomor urut tiga, RA Syahbandar-Djahidi Sadirman dengan 70.465 suara (7,4%). Taufik merupakan incumbent yang maju untuk kedua kalinya.
Di tempat lain, pasangan Joko Widodo (Jokowi) – FX Hadi Rudyatmo Calon Incumbent Walikota Surakarta memperoleh hasil mencengangkan, 90,09% suara pemilih dalam pencoblosan 26 April 2010. Hasil ini hampir memecahkan rekor MURI yang dipegang Herman Sutrisno- Akhmad Dimyati, Walikota Banjar yang juga incument yang mendapatkan suara 92, 19% di tahun 2008. Rekor ini tumbang di tangan Herman Deru-Kholid Mawardi, meraih 373.177 suara atau sekitar 94,56 persen. Di kalangan pemegang prosentase suara terbanyak terdapat nama Wahidin Halim, Walikota Tangerang (88,22%), Untung Wiyono, Bupati Sragen (87,34%), I Gde Winasa Bupati Jembrana (88,5%) atau di tingkat Provinsi fadel Muhammad, mantan Gubernur Gorontalo (81%).
Bagaimana memahami fenomena diatas, dimana ada incumbent yang harus bersusah payah mendapatkan kemenangan dan incumbent yang mendapatkan suara nyaris sempurna?
After Sales Service
Dalam dunia marketing, kita mengenal istilah after sales service atau layanan purna jual. Sederhananya, proses marketing tak berhenti ketika transaksi usai. Marketing bukanlah selling, menjual. Marketing memiliki target lebih jauh yaitu consumer loyalty, loyalitas konsumen.
Perhatikan ilustrasi berikut. Jika anda membeli lemari es, pasti anda memiliki banyak pertimbangan. Mulai dari merk, garansi, kesediaan suku cadang dan kesediaan pusat service. Jika suatu saat lemari es tersebut bermasalah, maka loyalitas anda terhadap merk tersebut ditentukan seberapa besar anda sebagai konsumen dilayani sehingga mendapatkan kepuasan (costumer satisfaction).
Jika ternyata garansi susah diklaim, pusat service ternyata tak tersedia atau suku cadang sukar didapat karena harus order ke Singapura, maka bisa dipastikan anda kapok membeli produk elektronik dengan merek tersebut.
Begitu juga dalam dunia politik. Banyak politisi sesungguhnya tak melakukan political marketing, tapi hanya sekedar selling atau menjual saja. Mereka hanya peduli bagaimana mendapatkan suara terbanyak dalam pencoblosan dengan cara-cara instant semacam iklan atau aktivitas sinterklas. Setelah terpilih langsunglupa dengan kosntituen, dan tak lagi menyapa masyarakat.
Padahal masyarakat semakin lama semakin pintar dan memahami bahwa pemilukada adalah ajang mengevaluasi kepemimpinan kepala daerah. Jika tak puas mereka bisa beralih kepada kandidat lain yang lebih menjanjikan perubahan ke arah yang lebih baik.
Dalam political marketing, after sales service adalah realisasi janji-janji yang diutarakan dalam kampanye serta membangun kondisi yang dirasa lebih baik dari sebelumnya.
Dalam bentuk yang lebih nyata, bentuk after sales service yang ditunjukkan oleh para pemegang rekor suara terbanyak adalah kebijakan yang baik, yang berpihak kepada masyarakat.
Jokowi, Winasa dan Untung
Mari kita ambil contoh kesuksesan tiga incumbent pemegang rekor, Jokowi (90,09%), I Gde Winasa (88,5%) dan Untung (87,34%).
Joko Widodo (Jokowi) memiliki prestasi yang mengesankan dalam penataan kota dengan menggunakan pendekatan yang manusiawi. Prestasi Jokowi yang paling termashur adalah saat menata 5.817 PKL di kota itu, tanpa kekerasan. Sebelum direlokasi, Jokowi dan Wakil Walikota FX Hadi Rudyatmo melewati proses dialog panjang, hingga 54 kali pertemuan. Bersama wakilnya, dan para kepala dinas, setiap Jumat pagi (dua minggu sekali) Jokowi bersepeda berkeliling kampung. Dia ajak pedagang makan siang atau makan malam. Mereka yang bersuara vokal didatangi. Keinginan mereka seperti apa, lalu didengarkan.
Pada Juli 2006 sebanyak 989 pedagang yang berusaha di Monumen 45 Banjarsari sejak 1998 mau pindah ke Pasar Klithikan Notoharjo, Semanggi, tanpa paksaan. Kerja keras Pemkot Solo itu dapat ditemui di Stadion Manahan dan Jalan Slamet Riyadi. Bahkan, di Jalan Slamet Riyadi, pedagang makanan diberi gerobak seragam untuk mendukung city walk (kawasan khusus pejalan kaki). Untuk program penataan PKL ini Pemko Solo setidaknya menghabiskan dana Rp 5,6 Miliar. Selain itu, pemerintah daerah juga menggratiskan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Dari penataan para pedagang pasar tradisional itu, Jokowi berhasil menaikkan pendapatan asli daerah (PAD) dari pasar yang semula Rp 7 miliar naik menjadi Rp 12 miliar. (Harian Global, 28/12/2009)
Di Jembrana, I Gde Winasa melakukan berbagai terobosan positif. Tahun 2001, siswa SD sampai SMA/SMK di Jembrana dibebaskan dari segala bentuk pungutan. Ada pula beasiswa bagi siswa sekolah swasta berprestasi. Insentif guru ditingkatkan dan pemkab menanggung sebagian biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Tahun 2008 total anggaran pendidikan 30 persen APBD.
Di bidang kesehatan, pemkab mengalihkan subsidi pelayanan kesehatan dari unit pelayanan kesehatan ke masyarakat melalui lembaga Jaminan Kesehatan Jembrana. Penduduk Jembrana gratis berobat jalan ke semua dokter, dokter gigi, bidan, dan klinik pemerintah maupun swasta. (Kompas, 4/12/2008)
Di Sragen, Untung melakukan revolusi besar dengan pendekatan e government. Penerapan e government di Sragen sudah dimulai sejak tahun 2003. Melalui aplikasi e government, kantor-kantor pemerintah sampai ke tingkat kecamatan terkoneksi dalam LAN (Local Area Network) dan WAN (Wide Area Network). Sejak 2007 WAN bahkan sudah menjangkau 208 desa di Sragen. Tulang punggung penerapa e government di Sragen adalah Kantor Pengolahan Data Elektronik (PDE).
Secara garis besar, terdapat empat bentuk aplikasi e government di Sragen (Warta Ekonomi, Maret 2008). Pertama, Sistem Informasi Manajemen Kependudukan sejak 2003. Layanan ini memungkinkan pembuatan KTP hanya butuh waktu lima sampai dua menit, tanpa ada pungutan liar dan prosedur yang berbelit.
Kedua, Sistem Informasi Manajemen Perizinan sejak 2005. Sistem ini bisa melacak (tracking) dokumen perizinan secara online. Saat ini sudah 59 izin dan 10 non-perizinan yang diproses menggunakan TI. Kabupaten Sragen juga sudah mempunyai 13 aplikasi sistem untuk kantor pemerintah dan rumah sakit. Sragen juga sudah membangun jaringan sampai ke 208 desa dan menyerahkan 17 izin yang bisa diurus pada tingkat kecamatan.
Ketiga, website resmi Pemkab Sragen sejak 2002, http://www.sragenkab.go.id/. Lewat website, masyarakat bisa memperoleh informasi lengkap mengenai profil dan potensi kabupaten yang terdiri dari 20 kecamatan dan 208 desa/kelurahan ini, termasuk harga sembako dan sarana interaktif aparat dan masyarakat.
Keempat, Sistem Informasi Pemerintahan Daerah-Kantaya (Kantor Maya) sejak 2004. Sistem online ini mempermudah pekerjaan pegawai Pemkab Sragen dan koordinasi antarorganisasi pemerintahan di sana. Misalnya, untuk pelaporan dan pengawasan di setiap unit kerja, kecamatan dan BUMD, sarana pengiriman data, informasi dan pengawasan proyek di setiap unit kerja, informasi agenda kerja di setiap satuan kerja, pengiriman surat dinas atau undangan kedinasan ke setiap unit kerja, dan untuk forum diskusi serta interaksi antarpegawai.
Kantaya telah menjadi sarana komunikasi dari kantor kabupaten hingga ke 20 kecamatan dan 208 desa di Sragen yang disebut Kantor Maya (Kantaya). Aplikasi Kantaya di antaranya laporan monitoring setiap dinas, satuan kerja, dan kecamatan; sarana pengiriman data; informasi dan monitoring proyek secara online pada setiap satuan kerja; agenda kerja setiap satuan kerja; forum diskusi dan chatting antarpersonel dan satuan kerja; surat dinas atau undangan.
Di kantaya juga tersedia sistem informasi pemerintahan daerah, perizinan terpadu, sistem informasi perdagangan antarwilayah, kepegawaian, keuangan daerah, kependudukan, pertanahan, sistem rumah sakit umum daerah, sistem informasi strategis, pendapatan daerah, pengelolaan barang daerah, sistem informasi geografis, kredit, dan pembayaran perusahaan daerah air minum.
Membuat Rekor
Tiga contoh diatas rasanya cukup memberi kita pelajaran bahwa kebijakan pro rakyat berkorelasi positif dengan perolehan suara dalam pilkada. Jokowi, Winasa dan Untung menuai hasil dari kebijakan pro rakyat dengan perolehan suara yang amat tinggi.
Hal ini penting dipahami oleh para incumbent, terutama di masa jabatan pertama bahwa kampanye sesungguhnya tidak hanya berlangsung dua minggu menjelang pencoblosan. Kampanye sesungguhnya adalah merealisasikan janji-janji dalam kampanye pemilu dan melaksanakan kebijakan pro rakyat selama memerintah sehingga masyarakat terpuaskan dan memiliki loyalitas. Mendapatkan pemilih terbanyak saja tak cukup, tapi after sales service (baca: memenuhi kepuasan pemilih) jauh lebih penting untuk mendapatkan loyalitas masyarakat yang menjadi pemilih dalam pemilukada selanjutnya. Di masa demokrasi seperti sekarang loyalitas tak terbangun dengan tekanan atau paksaan tapi dengan kesadaran. Jadi untuk para pemimpin, mari berpihak pada rakyat, maka suara rakyat akan berpihak pada anda.