Penelitian di Jakarta
Kami berkunjung ke Kebon Bayam Jakarta Utara. Sebutan Kebon bayam ini bikinan mereka yang mengelola lahan sekitar 26 ha bekas taman bmw. disana tanah negara ini dipakai bercocok tanam bayam, […]
Catatan harian seorang Abah
Kami berkunjung ke Kebon Bayam Jakarta Utara. Sebutan Kebon bayam ini bikinan mereka yang mengelola lahan sekitar 26 ha bekas taman bmw. disana tanah negara ini dipakai bercocok tanam bayam, […]
Kami berkunjung ke Kebon Bayam Jakarta Utara. Sebutan Kebon bayam ini bikinan mereka yang mengelola lahan sekitar 26 ha bekas taman bmw. disana tanah negara ini dipakai bercocok tanam bayam, jagung, cabe dan tanaman lain. Dahulu tanah itu merupakan tempat tinggal mereka setelah kemudian digusur dalam sebuah pertempuran berdarah yang melibatkan ribuan satpol pp dan warga.
Ya, bertemu warga kampung bayam yang didampngi UPC — Mbak Wardah -hanyalah salah satu pertemuan dalam sebuah penelitian yang amat padat. Dari tanggal 17 sampai 21 agustus saya menemani beberapa kawan dari Jepang: Okamoto Masaaki, Jun Honna, Wataru, Ken Miichi dan Yuka. Mereka sedang meneliti politik Jakarta sebagai bagian dari penelitian tentang politik di ibukota negara Asia Tenggara: Manila, Bangkok dan Jakarta.
Hari pertama kami menengok upacara 17 Agustus di istana dan sorenya bertemu dengan ahli tata kota Marco Kusumawijaya. Besoknya bertemu beberapa narasumber: Dani Anwar dan Kombes (purn) Hutajulu, diakhiri makan malam. Hari ketiga jadwal lebih padat: pagi bertemu Ibrahim Fahmi Badoh di ICW, Hamong di KRUHA dan Wardah Hafidz yang mengantar ke Kebon Bayam.
Besoknya lebih padat: pagi bertemu Azas Tigor Nainggolan di FAKTA, mampir ke LIPI, bertemu Witri di Jakarta Post, makan malam di vietnam cafe dan bertemu pengurus lengkap FBR di Cakung. Perjalanan berakhir di harian kompas sabtu pagi, alhamdulillah.
rata-rata berangkat pagi jam 7 dari rumah dan pulang diatas jam 10 malam, bahkan pertemuan dengan FBR sampai jam 1 malam.
pertemuan dengan banyak pihak, banyak perspektif, dan waktu singkat amat melelahkan secara fisik, mental dan otak. Bagaimana tidak, untuk satu isu saja misalnya, seperti penilaian terhadap Gubernur DKI Jakarta amat banyak perspektif: Ada yang menilai dia tidak bekerja, ada yang menilai bekerja tapi tidak cukup baik, ada yang menilai well perfom, dan ada yang menilai wakilnya-lah yang bekerja jauh lebih baik dalam menyelesaikan persoalan-persoalan di jakarta.
~@ abdul hamid untirta