ada beberapa alasan kenapa aku dipanggil abah sama anakku. Pertama, abah adalah sebutan di banten atau sunda untuk orang yang tua atau dituakan atau juga disegani. di tasik ada abah anom misalnya, agak aneh abah kok anom (muda). di banten ada orang tua yang dipanggil abah yang menyebut namanya saja orang takut mirip voldemort lah. kawanku dari jepang menyebut si abah sebagai governor general of banten province. jadi keren aja disebut abah. sayang istriku menolak dipanggil emak, tapi minta dipanggil ibun.

Kedua, kawan-kawanku sedang tren dipanggil abi oleh anaknya. aku terus terang tidak suka dengan panggilan abi. pertama karena itu bahasa impor (walaupun dari arab); kedua, karena tren (aku gak suka ikut tren), dan ketiga, geli aja mirip nama binatang berwarna pink itu loh. jangan sampe nanti dipanggil “…bi… bi…” yang negok malah piglet, temennya winnie the pooh.

Ketiga, panggilan abah adalah caraku mengetes teori sosialisasi. karena sejak awal aku mensosialisasikan bahwa diriku adalah seorang abah, maka maka anakku tidak mau bahkan marah jika aku memanggil diriku abi, ayah atau papa. Maklum, ada tetangga yang ortu lelakinya dipanggil papa dan kayaknya memang kurang keren, sehingga kalau aku bercanda dipanggil papa, maka asosiasinya ke si-papa tetangga tersebut.

Keempat, kakeknya anak-anakku maunya dipanggil ayah. maka sungguhlah aneh, ayah (asli-nya) dipanggil abah, kakeknya dipanggil ayah.

Suatu ketika alia ditanya sama guru-nya di sekolah “alia nama ayahnya siapa?”

alia dengan mantap menjawab “Bambang Hernanto

gubrak…….

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.