Dalam beberapa waktu ini saya menerima cukup banyak email yang berkonsultasi (Baca: mengajak diskusi) tentang jurnal internasional. Alhamdulillah, ada juga yang percaya sama (tulisan di blog) saya, he he. Padahal saya newbie dalam penulisan di jurnal internasional, baru punya empat tulisan sahaja itupun banyak dibantu orang2 hebat. Beberapa waktu lalu saya juga terlibat diskusi cukup seru soal jurnal internasional dengan Pak Darwis di ruang dosen.

Nah, secara bersamaan hari senin lalu saya beruntung ikut pelatihan tentang jurnal internasional di FISIP Untirta. Lumayan merefresh beberapa hal. Namun ada beberapa hal yang nampaknya menjadi isu-isu penting dalam kaitannya dengan jurnal internasional baik disampaikan melalui beberapa email japri ke saya maupun berkembang dalam diskusi kemarin dan belum terbahas secara mendalam.

Kemarin saya memilih lebih banyak menjadi pendengar yang manis, namun beberapa isu tersebut akan saya coba ulas dalam tulisan di blog ini. Metodenya seperti metode di buku2 jaman baheula dan kitab2 pesantren. Tanya jawab 😉

Pertanyaan pertama. Apakah jurnal yang diindeks oleh Thompson reuters lebih tinggi nilainya daripada jurnal yang diindeks oleh Scopus.

Lebih tinggi dalam pertanyaan ini merujuk kepada penghitungan akngka kredit. Maklumlah aktivitas (dan karier) dosen banyak ditentukan oleh hal ini. Wajar, namun tentu tak boleh semata-mata karena angka kredit bukan? Mesti berangkat dari keinginan berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan.

Namun saya menjawabnya dalam konteks kacamata sistem dikti sahaja.

Pada dasarnya Dikti mengkategorikan jurnal kedalam empat kasta, dan masing-masing memiliki nilai angka kredit yang berbeda.

a. Jurnal Nasional

b. Jurnal Nasional Terakreditasi

c. Jurnal Internasional

d. Jurnal Internasional Bereputasi

Jurnal nasional adalah jurnal yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Karya ilmiah ditulis dengan memenuhi kaidah ilmiah dan etika keilmuan (2) Memiliki ISSN (3) Memiliki terbitan versi online (4) Bertujuan menampung/mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian ilmiah dan atau konsep ilmiah dalam disiplin ilmu tertentu  (5) Ditujukan kepada masyarakat ilmiah/peneliti yang mempunyai disiplin-disiplin keilmuan yang relevan. (6) Diterbitkan oleh Penerbit/ Badan Ilmiah/ Organisasi Profesi/ Organisasi Keilmuan/ Perguruan Tinggi dengan unit-unitnya. (7) Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia dan atau Bahasa Inggris dengan abstrak dalam Bahasa Indonesia. (8) Memuat karya ilmiah dari penulis yang berasal dari minimal dua institusi yang berbeda  (9) Mempunyai dewan redaksi/editor yang terdiri dari para ahli dalam bidangnya dan berasal dari minimal dua institusi yang berbeda. Nah angka kredit bagi tulisan di jurnal nasional adalah 10 sedangkan  tulisan di jurnal nasional yang memenuhi kriteria di atas dan terindeks oleh DOAJ (https://doaj.org/)   diberi nilai yang lebih tinggi dari jurnal nasional yaitu maksimal 15.

Jurnal nasional terakreditasi adalah majalah ilmiah yang memenuhi kriteria sebagai jurnal nasional dan mendapat status terakreditasi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan masa berlaku hasil akreditasi yang sesuai. Btw database Jurnal Terakreditasi Dikti yang masih berlaku bisa dibaca di: http://abdul-hamid.com/2015/05/01/edisi-lengkap-dan-terbaru-jurnal-terakreditasi-dikti/.

Jurnal internasional adalah jurnal yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Karya ilmiah yang diterbitkan ditulis dengan memenuhi kaidah ilmiah dan etika keilmuan (2) Memiliki ISSN. (3) Ditulis dengan menggunakan bahasa resmi PBB (Arab, Inggris, Perancis, Rusia, Spanyol dan Tiongkok). (4) Memiliki terbitan versi online. (5) Dewan Redaksi (Editorial Board) adalah pakar di bidangnya paling sedikit berasal dari 4 (empat) negara. (6) Artikel ilmiah yang diterbitkan dalam 1 (satu) terbitan paling sedikit penulisnya berasal dari 4 (empat) negara. (7) Terindek oleh database internasional: Web of Science, Scopus, Microsoft Academic Search, dan/atau laman sesuai dengan pertimbangan Ditjen Dikti.

Nah jadi jelas, bahwa ada tiga database yang sampai sekarang digunakan Dikti yaitu: Web of Science (Thomson Reuters), Scopus, Microsoft Academic Search. Adapun laman lain yang digunakan Dikti antara lain http://www.scholarlyoa.com untuk memastikan apakah sebuah jurnal merupakan predator atau tidak.

Yag menentukan besar tidaknya nilai angka kredit bukan soal di indeks mana sebuah jurnal bisa ditemukan, tapi apakah tulisan tersebut memiliki faktor dampak (impact factor) dari ISI Web of Science (Thomson Reuters) atau Scimago Journal Rank (SJR) dari Scopus.

Jurnal internasional bereputasi adalah jurnal yang memenuhi kriteria jurnal internasional di atas, dengan kriteria tambahan terindek pada Web of Science dan/atau Scopus serta mempunyai faktor dampak (impact factor) dari ISI Web of Science (Thomson Reuters) atau Scimago Journal Rank (SJR) mempunyai urutan tertinggi dalam penilaian karya ilmiah dan dinilai paling tinggi 40.

Impact factor didefinisikan sebagai:

…….Average number of times articles from the journal published in the past two years have been cited in the JCR year. (http://admin-apps.webofknowledge.com/JCR/help/h_glossary.htm#JCR_year_g)

Sementara SJR didefinisikan sebagai

The SJR indicator measures the scientific influence of the average article in a journal, it expresses how central to the global scientific discussion an average article of the journal is. Cites per Doc. (2y) measures the scientific impact of an average article published in the journal, it is computed using the same formula that journal impact factor ™ (Thomson Reuters). (http://www.scimagojr.com/journalsearch.php?q=28773&tip=sid&clean=0)

Sehingga tidak benar kalau jurnal yang terindeks Thomson Reuters lebih tinggi daripada jurnal terindeks Scopus karena posisi Impact factor dan Scimago Journal Rank adalah sama, sama-sama dapat dinilai paling tinggi 40.

Namun lebih jelasnya dalam konteks penghitungan angka kredit ketentuannya adalah:

(1) Jurnal yang memenuhi kriteria jurnal internasional pada butir 8 dan terindek oleh database internasional (Web of Science, Scopus, atau Microsoft Academic Search) namun belum mempunyai faktor dampak (impact factor) dari ISI Web of Science (Thomson Reuters) atau Scimago Journal Rank (SJR) dalam penilaian karya ilmiah dan dinilai paling tinggi 30.

(2) Jurnal yang memenuhi kriteria jurnal internasional pada butir 8 yang belum terindek pada database internasional bereputasi (Web of Science, Scopus, atau Microsoft Academic Search) namun telah terindek pada database internasional seperti DOAJ, CABI, Copernicus, dan/atau laman sesuai dengan pertimbangan Ditjen Dikti dan dapat dinilai karya ilmiah paling tinggi 20.

Pertanyaan kedua. Jika saya memasukkan paper ke sebuah konferensi yang menjanjikan tulisannya terbit di jurnal, bagaimana memastikan jurnalnya berkualitas atau tidak?

Mesti dipahami bahwa tujuan mengikuti konferensi pada hakikatnya adalah untuk menyampaikan progress hasil penelitian dan mendapatkan feedback dari pembicara/peserta yang hadir. Nah karena itulah paper yang disampaikan tidak bersifat final dalam arti masih terbuka kepada berbagai masukan dan kritik. Masih bisa meluas, menyempit atau malah dibongkar.

Nah, proceeding adalah kumpulan dari paper-paper yang dipresentasikan (Internasional angka kreditnya 15, nasional 10) dalam sebuah konferensi.

Jika kemudian paper-paper tersebut hendak dipublikasikan dalam sebuah jurnal, maka proses penerbitannya sesungguhnya tidak berbeda dengan proses memasukkan kedalam jurnal seperti biasa. paper yang telah dipresentasikan diperbaiki berdasarkan berbagai masukan dan kritik kemudian dikirimkan ke pengelola jurnal. Walaupun bisa saja pihak panitia konferensi/panel bekerjasama dengan satu penerbit jurnal tertentu untuk menerbitkan satu edisi jurnal.

Jika jurnalnya merupakan jurnal edisi khusus, maka penilaiannya sama dengan jurnal internasional di atas (baca jawaban nomor satu) namun tidak bisa digunakan untuk memenuhi persyaratan khusus (Misalnya syarat khusus menerbitkan tulisan di jurnal internasional bereputasi sebagai calon guru besar).

Nah mengetahui predator atau bukan, gampangnya adalah memastikan apakah jurnal atau penerbitnya masuk kedalam daftar di http://scholarlyoa.com/publishers/. Kriteria jurnal predator versi Jeffrey Beal bisa dibaca di sini: https://scholarlyoa.files.wordpress.com/2015/01/criteria-2015.pdf.

Yups terdapat banyak debat soal predatory journal ini, namun ciri yang paling mudah adalah proses review yang tak masuk akal (bahkan mungkin tapa proses review langsung accepted) dan juga fee yang tidak masuk akal, mahal dan beberapa minta dibayarkan sebelum sebuah jurnal dinyatakan accepted (baca: processing fee). Beberapa kriteria lain juga adalah juga ketidakjelasan editorial board dan institusi. Sebagai contoh misalnya, beberapa bulan lalu seorang kawan pernah menanyakan jurnal yang dari namanya seakan-akan berafiliasi dengan Oxford University.

Screenshot 2015-10-13 11.17.33

Menurut penelusuran saya akhirnya saya menemukan bahwa jurnal tersebut tidak berafiliasi dengan Oxford University dan dikategorikan sebagai “Potential, possible, or probable predatory scholarly open-access publishers” oleh Jeffrey Beal.

Nah ketika hari ini saya mengecek laman jurnal tersebut, ternyata hasilnya:

Screenshot 2015-10-13 11.21.41

Ndilalah nama publisher beserta lamat websitenya telah berubah. Saya sendiri tak mengikuti apakah karena pihak Oxford melakukan protes. Ini dia website terbarunya.
Screenshot 2015-10-13 11.17.49

Nah satu masalah lagi ada di pertanyaan ketiga. Bagaimana menghadapi jurnal predator yang ternyata terindeks di Scopus atau Thomson Reuters?

Saran saya: lupakan saja, cari yang lain. OASP/Oxford ASP di atas juga mengaku (saya ndak mengecek) bahwa mereka terindeks Thomson Reuters.

Dan dalam kacamata Dikti, sepertinya jurnal yang terindikasi predator tak dapat dinilai walaupun mereka terindeks scopus/Thomson reuters.  Saya pernah mengikuti perdebatan (baca: komplain) dari seorang calon guru besar yag merasa karya tulisnya terindeks scopus namun ternyata masuk kedalam list predatory journal juga sehingga tidak bisa dinilai.

***

Nah biasanya sahabat saya protes: “Mid kok elu kayak juru bicara Dikti atau Gubermen aja”

Saya menjawab: “Biarin ah, gw cuma mau meluruskan banyak tahayul”

Sumber:

Antara lain Pedoman Operasional PAK Dosen.

Serang, 13 Oktober 2015. Sambil menunggu Ketoprak.

1 Komentar »

  1. Manteb Abah…Seperti biasanya..!All the best dan selamat buat Pak Doktor (Semoga Ayu dan Ilham bisa kayak Abahnya ntar, hehehe…)

    Bhayu -Fisip Universitas Palangka Raya-

  2. Yang diributkan malah jurnalnya, kriteria artikel yg layak diajukan untuk kenaikan pangkat kok nggak dibahas? Sudah banyak pengelola yang menggunakan trik-trik untuk meningkatkan IF/SJR jurnalnya. Mungkin sudah waktunya penilaian artikel ilmiah untuk kenaikan pangkat dosen dilakukan secara terbuka, transparan dan melibatkan banyak orang ahli yang terkait dengan materi artikel tsb.

  3. Daftar Jurnal international bereputasi dikti ini bernilai maksimum 40?Saya liat ada indonesian journal of chemistry,, ini jurnal nasional terakreditasi or tergooolong jurnal internasional bereputasi?

  4. Pak saya mahasiswa pascasarjana hendak memasukkan ke jurnal internasional. Seandainya penyedia layanan jurnal itu terindek tp tidak punya impact factor apakah ada dampak buruknya. Terima kasih.

  5. terima kasih atas info yang bermanfaat ini pak.
    mohon ijin untuk bertanya,
    pertama, apa bedanya jurnal nasional terakreditasi, jurnal ber-ISSN, dan jurnal elektronik ber-ISSN yang menggunakan sistem ARJUNA ?
    kedua, dimana kita bisa mendapatkan informasi mengenai jurnal apa saja yang termasuk dalam jurnal elektronik ber-ISSN yang menggunakan sistem ARJUNA ?

    mohon maaf atas pertanyaan saya yang masih bingung ini, Terimakasih

    • Jurnal ber-ISSN adalah jurnal nasional, nah sekarang selain issn jurnal harus online, artinya harus punya e-issn. Arjuna adalah sistem akreditasi baru, hanya kita masih harus menunggu pernyataan lebih lanjut tentang apakah jurnal yg sudah masuk arjuna adalah jurnal terakreditasi. belum clear banget dari diktinya

      • terima kasih atas balasannya pak,,
        di arjuna juga ternyata ada jurnal nasionalnya juga (bukan hanya yang terakreditai) tapi sayangnya sampai sekarang belum bisa ditemukan data resmi jurnal nasional yang menggunakan sistem arjuna 😥

  6. Ya, sudah ketemu di website ROAD, Bioinformation terindeksi di PMC. Terbitan jurnal yang masuk di website Road tersebut adalah terbitan 2008. Bagaimana dengan terbitan di atas 2008 ?. Selian itu, ditemukan juga pada website SJR pada level PubMed Policy.

  7. Abah. mohon izin bertanya, terkait jurnal predator, apakah dikti memang menggunakan dasar sumber dari webnya pak Dr. Beal ? Artinya semua jurnal yang masuk ke daftar Dr. Beal tidak diakui dikti untuk kum nya kah bah? Soalnya saya melihat ada salah satu jurnal dalam rumpun keilmuan saya, masuk ke dalam list Dr. Beal, tapi terindeks ke Microsoft Academic Search dan saya sudah cek langsung memang terindeks. Beberapa dosen senior waktu saya S2 dulu soalnya sering publikasi ke dalam jurnal juga tersebut. Terima kasih banyak sebelumnya bah.

    • Nah, jika perhatikan seksama, salah satu syarat jurnal internasional menurut dikti adalah “Terindek oleh database internasional: Web of Science, Scopus, Microsoft Academic Search, dan/atau laman sesuai dengan pertimbangan Ditjen Dikti.”. Jadi kalau tidak terindeks sama sekali tidak bisa disebut jurnal internasional.

  8. Ya ampunnnn…
    Ketemu dosen jaman S1 disini euy. Pak Hamid pasti ga inget saya.
    Saya inget pak Hamid ngajar matkul Politik Desa di FISIP UI. Saya ilmu Politik angkatan 2006.
    Dulu tugas saya bikin makalah Kedudukan Gampong pasca Otonomi Daerah.

    Sehat-sehat ya, pak.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.