Pengantar: Setelah menunggu lebih dari dua tahun semenjak naskah mulai dikumpulkan pada saat seminar soal islam tahun 2008, akhirnya buku ini terbit juga. Alhamdulillah dapat kesempatan menulis satu chapter. Proses yang panjang, pengeditan yang amat serius (belasan kali bolak-balik antara editor dan penulis) merupakan proses belajar yang amat berharga, saya berhutang secara intelektual kepada Okamoto Masaaki dan Ota Atsushi. Berikut berita dari situs Wahid Institute soal soft launching buku tersebut.
Kerjasama dengan CAPAS dan CSEAS, WI Luncurkan Buku
Buku ini mengupas dinamika dan ragam pemikiran dan gerakan keislaman di Indonesia, juga berbagai tantangan kontemporer
Jakarta-wahidinstitute.org. Selain merilis Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Toleransi 2010, The Wahid Institute (WI) juga melakukan soft launching buku Islam in Contention: Rethinking Islam and State in Indonesia. Dalam acara yang digelar pada Selasa (21/12), Direktur WI Yenny Zannuba Wahid secara simbolis menyerahkan buku setebal 468 halaman ini kepada Wakil Ketua Komnas HAM bidang Eksternal Nurcholis yang saat itu didapuk sebagai penanggap laporan kebebasan beragama.
Kepada Nurcholis, Yenny Wahid berharap semoga buku itu bermanfaat dalam memperkaya pemahaman komisioner menyangkut problem keislaman kontemporer. “Banyak temuan-temuan penting di buku tersebut. Semoga bermanfaat,” kata Yenny.
Islam In Contention diterbitkan atas kerjasama Center for Southeast Asian Studies (CSEAS), Kyoto University, Jepang, Center for Asia-Pacific Area Studies (CAPAS), Taiwan, dengan WI Jakarta. Diedit oleh Ota Atsushi, Okamoto Masaaki, dan Ahmad Suaedy, buku ini sebagian besarnya berisi dari makalah-makalah yang disampaikan pada Simposium “Islam untuk Keadilan Sosial dan Keberlangsungannya: Perspektif Baru tentang Islamisme dan Pluralisme di Indonesia,” yang digelar CSEAS- CAPAS pada September 16-17 tahu 2008 di Kyoto University, Jepang.
Ota Atsushi adalah sejarawan Asia Tenggara yang juga menjadi asisten peneliti CAPAS. Okamoto ilmuan politik dan asosiate profesor di CSEAS, sedang Ahmad Suaedy Direktur Ekskutif WI yang saat ini juga menjadi peneliti tamu di CSEAS.
Setelah acara simposium tersebut, pihak penyelenggara kemudian melakukan sejumlah diskusi intensif melalui email dengan para narasumber, editor, peneliti, dan sejumlah reviwer tak bernama di tiga negara Japan, Taiwan, and Indonesia.
Dalam catatan editor, tulisan-tulisan di buku itu setidaknya menyorot tiga masalah penting. Pertama, islamisasi masyarakat yang makin menjamur paska reformasi. Itu ditandai dengan maraknya buku-buku keislaman di toko buku-toko buku besar. Perkembangan ini juga sebanding dengan tumbuh media-media keislaman baik cetak maupun elektronik, termasuk fenomena tren penggunaan jilbab. Kedua, kebangkitan dan moderatisme partai-partai Islam. Salah satu yang disinggung adalah fenomena Partai Keadilan Islam (PKS) yang mulai bergeser ke tengah, setelah sebelumnya ketat menyuarakan syariat Islam. Ketiga, meningkatnya konflik tentang konsep keislaman. Beberapa di antaranya muncul dalam bentuk merebaknya peraturan bernuansa syariat Islam dan meningkatnya aksi-aksi kekerasan di sejumlah daerah.
Selain ketiga editor yang sekaligus menjadi penulis di dalamnya, penulis lainnya adalah Ketua PBNU Masdar Farid Mas’udi, dosen Fakultas Hubungan Internasional Universitas Jember Abubakar Eby Hara, ahli politik hukum Islam Indonesia kontemporer dan calon doktor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Marzuki Wahid, dosen Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Abdur Rozaki, dan dosen Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Ageng Tirtayasa Abdul Hamid. Dari luar Indonesia ada Hsin-Huang Michael Hsiau, sosiolog dan Direktur Institute Sosiologi yang juga mantan Direktur Eksekutif CAPAS; Fahlesa Munabari, peneliti gerakan Islam revivalis di Indonesia; Sasaki Takuo associate profesor hubungan Internasionl pada Universitas Kurume Jepang; Kobayashi Yasuko, profesor di Departemen Studi Asia di Nanzan University Nagoya, Syuan-yuan Chiou kandidat doctor di Utrecht University Belanda dan Tsung-Te Tsai Direktur Research Center For Asia-Pasific Music.
Di buku terbitan Desember 2010 ini, Masdar Farid misalnya mengupas relasi Islam dan negara dalam kaitannya dengan pelembagaan perwujudan keadilan. Dalam pandangannya, Islam harus menginspirasi perwujudan keadilan oleh negara yang tidak harus berlabel negara Islam. Dari sisi yang agak teoritis pula, Michael Hsiao mengupas relasi Islam dan isu hak asasi manusia.
Pada bagian kedua buku ini, Eby mengetengahkan perdebatan Pancasila dan Perda Syariah di era paska Suharto. Sementara itu Marzuki menyuguhkan tulisan tentang reformasi hukum Islam melalui gerakan Counter Legal Drafting Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI). Fenomena perkembangan HTI dibahas Fahlesa Munabari, sementara PKS oleh Okamoto pada bagian tiga yang bertajuk Strategi perjuang. Tema-tema lain menarik seputar keislaman juga bisa ditemukan pada bab-bab lain buku ini. (AMDJ) []
1 Comment »