Alhamdulillah, sehari menjelang ramadhan, sakit ini menjadi sembuh.
Obatnya, ternyata bukan (saja) tolak angin dan oskadon. Kiriman copy-an SK Lektor kepala yang dikirim oleh sahabat saya, Anis meluruhkan segala beban psikologis.
Walaupun sudah tahu sejak lama, namun melihat SK secara langsung tetap saja menggembirakan.
Mungkin bagi dosen lain, hal ini biasa-biasa saja. Tapi buat saya yang menganggap bahwa menjadi dosen seriusan juga harus diiringi oleh keseriusan meniti karir, ini tentu sebuah anugerah. Saya juga menolak ini disebut keberuntungan, karena terbitnya SK persis sebelum berlakunya perMenpan 17 2013 yang mengharuskan gelar doktor untuk mengajukan lektor kepala, namun karena kerja keras.
Yups, saya bekerja keras memproduksi cukup banyak paper di jurnal (nasional dan akreditasi) dan seminar (nasional dan internasional) antara 2010 – 2012 dan mendokumentasikannya dengan rapi, sehingga dalam waktu 1.5 tahun dari lektor sudah bisa mengajukan ke lektor kepala.
Bagi saya ini seperti bersyukur dan menghargai diri sendiri. alhamdulillah.