Cita-cita saya dalam tujuh tahun ke depan adalah menjadi Profesor.

Alasannya sederhana, agar saya bisa jadi dosen seutuhnya dengan penghasilan yang memadai. Harus diakui, selama ini dosen masih harus pontang-panting mengerjakan pekerjaan sambilan (atau utama?) diluar kewajibannya mengajar dan meneliti untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akibatnya memang tugas sebenarnya sebagai dosen terbengkalai.

Pendapatan tunjangan Profesor sekitar 13 juta rupiah sebulan rasanya cukup-lah untuk sekedar punya rumah, kebon singkong, mobil, biaya dapur, transport dan sekolah anak.

Saya bisa teteup ngajar sambil berkebun, seperti almarhum Ayah saya. Maklum kalau jadi dosen sambil jadi pebisnis sudah berkali-kali gagal. Terakhir buka kios brownies kukus amanda di bundaran ciceri, bangkrut di hari ketiga 🙁

Jadi berkarir dengan lurus, meneliti dan memproduksi paper untuk jurnal dan mengajar dengan baik mungkin keahlian utama saya.

Tapi apa iya jadi Profesor itu cukup?

Saya terhenyak ketika mendengar tertangkapnya Rudi Rubiandini, kepala SKK Migas yang juga Profesor di ITB. Apalagi membaca berita bahwa pendapatannya sebagai Kepala SKK Migas ditambah Komisaris Bank Mandiri bisa mencapai sekitar 230 juta rupiah. Saya lantas salto sambil teriak wow dan minum yakult tiga kali sehari.

Apa iya duit 230 juta tidak cukup untuk  sekedar punya rumah, kebon, mobil, biaya dapur, transport dan sekolah anak?

Oh ya, gaya hidup !!! mungkin itu kata kuncinya. Dibahas oleh sebuah media bahwa dulu sang Profesor begitu sederhana dan idealis. Namun begitu masuk ke lingkaran pejabat, gaya hidupnya berubah, ya setidaknya akrab dengan stick golf lah. bahkan salah satu orang yang mengantar uang ke kediamannya adalah pelatih golf-nya Rudy.

Saya disini tak mau ikut arus menghujat Rudy. Sudahlah, tegakkan hukum dan semoga dia bertobat.

Saya cuma mau kita semua berpikir: yang account officer tentu ingin jadi Manager atau Direktur;  yang prajurit pengen jadi letnan dua dan kemudian Jenderal; yang staf pelaksana pengen jadi Kabiro dan kemudian Dirjen; yang karyawan biasa tentu pengen jadi supervisor dan kemudian pengusaha sukses; begitu juga dosen pengen jadi Profesor syukur-syukur jadi Rektor.

Tapi apakah kita semua siap dengan konsekuensi kenaikan karir kita? bertambahnya gaji? bertambahnya tabungan? apakah itu menjadikan kita semua bersyukur atau kufur?

Jangan-jangan bertambahnya gaji berarti bertambahnya masalah. Ingin tambah kendaraan atau ganti model, ingin beli kamera beserta lensa terpanjang dan termahal, ingin renovasi agar tak kalah oleh tetangga, ingin tambah istri (atau suami?)

Ayo, perkuat kapasitas pengendalian diri kita. Juga pengendalian diri istri (suami) dan juga anak-anak. Kenaikan karir dan penghasilan merubah gaya hidup dan bisa menjerumuskan kita semua ke jurang kehinaan.

Sudah terlalu banyak contoh orang-orang yang kalah oleh cobaan yang bernama kesuksesan !!!

7 Comments »

Tinggalkan Balasan