Tidak Boleh Sombong
Siapa sih kita sehingga harus sombong? Merasa diri hebat? Sebagai orang yang memilih dunia ilmu pengetahuan sebagai jalan hidup, jadi orang sombong adalah sebuah pantangan, pamali kata orang-orang tua. Prinsip […]
Catatan harian seorang Abah
Siapa sih kita sehingga harus sombong? Merasa diri hebat? Sebagai orang yang memilih dunia ilmu pengetahuan sebagai jalan hidup, jadi orang sombong adalah sebuah pantangan, pamali kata orang-orang tua. Prinsip […]
Siapa sih kita sehingga harus sombong? Merasa diri hebat?
Sebagai orang yang memilih dunia ilmu pengetahuan sebagai jalan hidup, jadi orang sombong adalah sebuah pantangan, pamali kata orang-orang tua. Prinsip selalu ada gunung di atas gunung, dan langit di atas langit mesti kita junjung tinggi. Begitu juga prinsip padi, semakin berisi semakin menunduk. Atau prinsip air dalam gelas “Jika menuntut ilmu atau berdiskusi, hendaknya kita menjadi gelas yang siap diisi dan bukan merasa diri sebagai gelas yang penuh, karena kalau diisi nanti meluber ke mana-mana.
Persis tahun lalu, aku sempat bertemu dengan Ben Anderson. Buku nya “Imagined Communities” adalah salah satu buku penting dalam ilmu sosial. Saya bersama beberapa kawan Pofesor dan mahasiswa di Jepun bertemu Ben di Osaka. Ia nampak sepuh karena memakai tongkat, namun amat bersemangat. Kami berjalan berkeliling kawasan Korea town, dan mampir di sebuah Onsen untuk mandi air panas. Setelah makan siang kami juga berkeliling di kawasan red-light district yang mirip banget sama kawasan dolly, dan makan malam di restoran Hyaku Pakku, salah satu bangunan tua bekas rumah prostitusi terkenal. (Kelakuan ilmuwan sosial ya, jalan-jalannya ke tempat beginian, beberapa tahun sebelumnya di ajak ke kawasan yang dikontrol Yakuza, Kamagasaki, he he)
Dalam berbincang, tak ada kesan snob, besar kepala, sombong, atau merasa hebat. Ben nampak santai, menikmati segala aktivitas dan lebih banyak mengobrol ringan. Saya yang anak kemaren sore lebih banyak mengamati obrolan mereka-mereka yang sudah saling kenal.
Ndilalah, Ben menyapa akrab dalam bahasa Indonesia pula: “Sudah lama kuliah?”
Aku menjawab: “Baru setahun Pak Ben” (deg-degan takut ditanya macem-macem yag sulit-sulit)
Ben bertanya sambil tersenyum “Pusing ya kuliah”
Aku menjawab “He he, iya musti banyak baca”
Dia lantas tertawa kecil dan berkata “He he, iya lah, kuliah memang harus pusing, itu namanya belajar”
Percakapannya berlanjut dengan cerita Ben bahwa ia juga kerapkali datang ke Indonesia, mengunjungi beberapa tempat tertentu.
Waaa, senang sekali. Bicara dengan orang besar dalam ilmu pengetahuan dengan akrab, tanpa harus mengernyitkan kening dan merasa terintimidasi.
Aku lantas teringat pertemuanku dengan Harold Crouch beberapa tahun lalu di sebuah seminar di Bukittinggi. ia sebagai Keynote speaker, tidak sok sibuk, dan buru-buru meninggalkan acara setelah berbicara. Ia banyak mengobrol dengan para peserta, dan menyimak dengan seksama penuturan presenter di ruangan-ruangan kecil tempat panel seminar kelompok.
Masih punya alasan buat sombong?
Menyimak pak abdul hamid, semoga dengan kerendahan hati senantiasa terpatri dalam diri kita, sukses pak, terima kasih atas pencerahan dari pengalamnya suatu pembelajaran, salam
Salam juga Pak, semoga kita bisa terus belajar.