Saya sebenarnya menunggu feedback dari teman-teman di PTN BLU yang sudah remunerasi tentang tulisan saya sebelumnya. Karena tak ada yang cukup memadai (kecuali dari Pak Arbyn), maka saya memutuskan blusukan di belantara internet. Penasaran aja sih daripada jadi jerawat. Akhirnya ketemu juga, besaran remunerasi dosen di sebuah PTN BLU.

Hmm angkanya sih tidak terlalu wah. Jika anda bekerja normal (12SKS) maka dapet senilai 30% total remunerasi sesuai jabatan fungsional. Jika ada kelebihan SKS bisa dikalikan dengan besaran nilai per-SKS. Nah disana tertera angka 100% (kelebihan 12 SKS) dan 150% (kelebihan 18 SKS) sebagai batas maksimal.

Screenshot 2015-01-13 19.52.50

Jadi BKD diisi lebih dari 12 SKS ya dan kelebihannya dihitung juga sampai maksimal (kelebihan) 18 SKS.
Oh ya silahkan badingkan dengan besaran remunerasi BLU UNPAD.

Saya sih belum bikin simulasi, apakah dengan remunerasi ini sebanding atau tidak dengan honor-honor yang hilang. Ini yang kabarnya memicu ketidakpuasan di sebagian dosen di PTN yang sudah BLU.

Yang jelas mestinya penghitungan SKS sudah memasukkan variabel membimbing, mengajar S1,S2 atau S3, dan sebagainya.

Termasuk dosen yang tugas belajar mendapat remunerasi sebesar 30% (gaji) tadi.

Hmm rasa penasaran saya terobati, gak jadi punya jerawat baru. Jadi bola sekarang di PTN masing-masing, cepat atau lambat tergantung kemauan dan kecakapan manajemen PTN BLU masing-masing.

Tapi kalau PTN tidak BLU bagaimana ya? pake SBML?

Oh ya saya sendiri ndak share suratnya secara lengkap karena ada nama-nama dosen di PTN BLU tersebut. Saya juga ndak paham apakah SK ini masih berlaku atau sudah direvisi.

Mangga berkomentar jika anda punya info lebih lanjut 😉

41 Comments »

  1. Berarti memang dosen itu boleh bekerja lebih dari 16 sks ya pak…karena ada kelebihan beban sks nya sampai maksimal 18 sks, kalau di total berarti sampai 34 sks ya….

    • Kalau menurut Sk rektor tersebut kelebihan beban kerja yang dihitung bisa sampai 18 SKS, jadi total beban kerja 12+18=30 SKS. Tapi bisa jadi setiap PTN punya perhitungan berbeda untuk remunerasinya. Ini juga masih ndak jelas sampai kapan semua PTN BLU melaksanakan remunerasi.

      • sharing sedikit banget. kalau lihat sk undip, 30% itu given dari PKBLU . Jadi yang 70% itu yang diatur oleh PTN BLU. sehingga akan berbeda “rumus” nya pada setiap PTN. Undip mungkin dari SKS, tp mungkin PTN lain punya rumusan yang lain, itu dimungkinkan.

      • UNDIP dan UNPAD mirip-mirip, sekitar 30% itu dibayarkan jika dosen melaksanakan tugas minimal (12 SKS). Nah sisanya, 70% tergantung kelebihan kinerja dosen, sampai maksimal 18 SKS. jadi di BKD bisa sampai 12+18 SKS = 30 SKS. Semua kegiatan tridharma dikonversi kedalam SKS. Ini semacam benefit untuk mengapresiasi mereka yang kinerjanya lebih banyak. Yang terbaik untuk Untirta ya melakukan benchmark ke kampus yang sudah melaksanakan remunerasi seperti UNPAD, UNDIP, UNG, UM, dll.

      • pak hamid.. utk ptn yg belum BLU apa kabar ttg perkembangan remunirasi dosennya ya? trims infonya pak

      • Pak hamid… mau nanya utk ptn yg belum BLU gimana remunirasi dosennya ya? Makasih pak infonya

      • mengapa di fakultas tehnik UI pegawainya belum menerima TUKIN apa alasannya Kenapa ? tp sedangkan para rektor dosen yang telah mampu dapat sedang pegawai yang masih sangat membutuhkan belum terima sampai sekarang ??????

    • Ini memang untuk UNDIP. Di tulisan saya sebelumnyasudah dibahas bahwa sejak 2014 memang beberapa PTN BLU sudah melaksanakan program remunerasi. Jadi mari kita cek ke rektorat masing-masing sudah sampai mana program remunerasi. Bola ada di sana sekarang, tergantung kemauan dan kecakapan pimpinan dan manajemen PT.

  2. Di universitas saya belum melaksakan remunerasi tersebut, tapi saya pernah diberitahu salah satu profesor bimbingan saya untuk segera menyelesaikan revisi disertasi saya karena sebentar lagi akan ada remunerasi untuk dosen.
    semoga saja tahun ini bisa terlaksana, aamiin Ya Robb..
    terimakasih untuk infonya abah Hamid..

      • Salam. Abah Hamid dan semua teman teman,

        Saya dosen di UNDIP yang sekarang sedang tugas belajar di Malaysia, mau sharing info saja, selain UNDIP dan UNPAD, ada juga universitas negeri yang sudah ngasih remunerasi, yang saya tahu, seperti UNNES dan UNS, yang UNNES info nya valid, sebab istri saya memang ngajar di UNNES dan telah dapat remunerasi itu, sedangkan untuk UNS, saya belum crosscheck, infonya saya dapatkan dari teman saya sesama dosen. Besaran remunerasi yang di UNNES hampir sama, lebih rendah sedikit dibanding remun yang di UNDIP.
        Saya ingin inform juga mengenai remunerasi di UNDIP, ada hal yang kurang begitu menggembirakan untuk yang lagi sekolah, yang lagi sekolah dikecualikan, alias tidak mendapatkan remunerasi tersebut. Saya sudah cuba menanyakan dan complain mengenai hal ini kepada salahsatu pejabat di jurusan tempat saya mengajar, tetapi memang katanya yang lagi tugas belajar tidak dapat, syaratnya harus aktif mengajar, jangankan dosen yang lagi tugas belajar, dosen yang sudah pulang, tetapi belum dapat loading mengajar pun tidak dapat remunerasi. Jika seperti itu apa maknanya kita tugas belajar dihitung mendapat beban 12 SKS??? Padahal dalam SK rektornya ada, tapi implementasinya lain. Anehnya UNNES dan kabarnya UNS juga memberikan remun kepada staff nya yang lagi tugas belajar, dengan asumsi menerima atau melaksanakan tugas 12 SKS tadi, jadi mereka dapat remun dari unsur gaji yang 30% itu, memang aneh lah, kebanyakan implementasi dari peraturan di masing masing Universitas bergantung sekali kepada pihak pimpinan yang menjabat di struktural kampus. Padahal kita yang lagi sekolah, bukannya senamg, harus berjuang menyelesaikan kuliah, kadang banyak menghadapi masalah fiansial, banyak tunjangan yang hilang dan masalah lain, tetapi pihak teman teman yang berkuasa tidak memandang kesusahan staff yang lagi tugas belajar, dianggapnya tidak ada kontribusi sama sekali, jadi ya tidak berhak mendapat remun.

        Saya hanya pasrah saja, complain sudah, tapi tidak direspon, harapan saya, seperti harapan Bapak Bapak dan Ibu Ibu Dosen semua, ke depannya ada peraturan yang sifatnya nasional yang berlaku untuk seluruh universitas, baik negeri maupun swasta, dilengkapi dengan penjelasan yang detail, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda beda dari pihak pimpinan masing masing universitas yang mengatur masalah remunerasi, serdos, tunjangan fungsional dan lain lainya yang seadil adilnya. Sekian dan terima kasih.

        Wassalam,

    • Ya sama-sama Pak Hamid, terima kasih juga telah menyediakan forum diskusi dan sharing seperti ini. Semoga pihak pihak yang sedang memegang amanah jabatan yang berkaitan, membaca dan tergerak hatinya untuk lebih peduli dan ber-empati terhadap sesama kita. Kita semua doa saja sama Allah Swt sambil terus menyuarakan perkara ini, doa adalah senjata kita, jika Allah Swt menghendaki perkara ini berlaku, tidak ada sesiapa pun yang dapat menghalanginya. Jadi jangan pernah menyerah, kita terus berusaha saja,tidak ada istilah tulisan terakhir tentang remunerasi, tulis lagi dan lagi Pak, saya support insya Allah. Amiin ya Robbal Alamiin.

    • Sy dosen slh satu univ yg sedang merasakan remunerasi (tdk seperti pak Ojo, sy merasakan langsung krn masih aktif). Dana remunerasi diambil dari PNBP dan diatur sendiri dgn peraturan rektor masing-masing (sekali lagi, masing-masing). Jadi kalaulah Unnes jauh lebih sejahtera dan transparan dari Undip di bidang remunnya, ya itu tidak usah diperdebatkan. Wong aturannya pasti beda^^…. ingatlah, peraturan remun rektor adalah cerminan perhatian pejabat. Kadang ada yg merasa, dgn remun justru admin yg diperhatikan, bukan dosen. padahal dosen adalah ujung tombak pendidikan tinggi…hehe..sudahlah…biar fair saya akan bahas efek negatif dan positif dr remun…

      Basah & Kering
      ada efek positif dari remun ini. Dulu para dosen di jurusan saya seakan enggan mengajar di fak sendiri tapi berebut mengajar di fakultas yang ‘basah’, dalam arti honornya tinggi. Dosen muda seperti saya pasti dikirim ke tempat yang ‘kering’. Dengan adanya remun, honor dibayar sama di semua fakultas! hehe… Efek positif lain adalah, ada pembatasan kinerja mengajar. Tidak seperti teknik, Jurusan saya adalah jurusan sepi proyek. Sehingga, pundi2 tambahan dikeruk melalui sebanyak2nya ngajar dan di tempat yg basah. Dengan adanya pembatasan, dosen2 berpikir ulang mau mengajar banyak2. Waktu yg tersisa akhirnya bisa buat penelitian… Inilah dua sisi positif remunerasi yg saya rasakan di lingkungan jurusan kami.

      PNBP dan PNBP: Sami Mawon
      Negatifnya? pada prakteknya baik pola lama (honorarium), maupun pola baru (remunerasi) sama-sama pakai dana PNBP. Sama saja tho?^^ Dalam prakteknya, malag ada yg mendapatkan lebih banyak duit dengan pola lama dibanding pola baru, karena jam ngajarnya luar biasa banyak, padahal dia pejabat pula. Bagi saya yang dari awal mengajar sedikit, sama saja hasilnya. Jadi efek negatif ini kalo bagi saya pribadi tidak begitu terasa. Sami mawon.

      Pembatasan Penelitian
      Meski saya setuju kalau kinerja mengajar dibatasi, tapi saya tidak setuju kalau kinerja penelitian dibatasi. Ada beberapa dosen yang rajin publikasi. Masak sih mau dibatasi? bukannya aktifitas ilmuah itu tidak hanya mengajar? Kalau mengajar, semua dosen pasti jago. Tapi meneliti? hmmm….

      Dosen atau Admin?
      Dalam hal aktifitas akademik, adanya remun menggangu atmosfir ilmiah saya…hehe…lebay ya. Tapi begitulah, kami selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan administratif untuk mencairkan remunerasi. Mulai dari membuat SKP, mencari bukti pendukung dll. bagi beberapa dosen mungkin tinggal bayar admin untuk membantu. Oh ya, membuat SKP, mencari bukti pendukung dll bukan tugas admin, tapi tugas dosen..hehe….wah saya harusnya gaji dobel nih! hihi…… Menurut teman saya di Unnes, dosen dapat 2 remunerasi. Yg pertama sebagai PNS dan yang ke dua sebagai dosen. Nah ini yg bener…ah…tapi kan suka2 rektornya dong. Jadi secara hukum tidak ada aturan yg dilanggar Undip…

      Hanya Tuhan dan Bagian Keuangan yang tahu
      Entah saya yang kurang gaul dengan pejabat keuangan atau gimana, bagi saya hitungan remun masih sangat misterius. Ini pada tataran praktek lho. Meski tersedia paparan remun per jabatan (AA= Rp…, Lektor= Rp… sampai gubes) pada prakteknya sangat sulit berpatokan pada tabel tsb. Pada SKP kita harus memasukan komponen2 kegiatan tri-dharma. Nah, penghitungannya ini yg bikin bingung. Ada rekan yg aktif sekali di kegiatan mahasiswa. tapi ternyata kegiatannya ini tidak masuk remun. tanyalah dia ke keuangan, apa sih yg diremun dan apa yg enggak? jawabnya lihat SK rektor aja…Ketika tanya ke orang keuangan tentang penghitungan remun , mereka cuma kasih saya printoutnya. Terus gimana ngitungnya? jawabnya cuma,udah ada rumusnya di excel. Boleh saya rumus liat excelnya? gak boleh….haha…repot deh

      Dosen dianggap orang kaya, gak dibayar gak papa
      Bagi saya yang gaji pokoknya habis untuk nyicil rumah, remun sangat diharapkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, anak dan istri sehari2. Tapi apa lacur, remun turunnya tersendat2. Meski peratuan rektor hitungannya per bulan, namun ttg turunnya remun, dukun saya pun menyerah^^ hihi… dibayar 30% dulu, dibayar dua bulan dulu…kadang 6 bulan baru dibayar….dan sedihnya ada bulan2 tertentu yg tidak dibayar…pas saya tanya ke PD2 alasannya, ‘lho bulan itu kan kita libur, tidak ada kegiatan akademik. Jadi gak dibayar’. Padahal tidak ada kata libur untuk cicilan..pasti langsung dipotong…saya cuma 2 menit menikmati gaji pokok…hihi….Padahal untuk SPPD untuk penelitian dan presentasi makalah saja, kita diminta bayar sendiri dulu…dan baru akhir taun biasanya dana SPPD baru turun, bersama dengan pelatihan2 tidak jelas yg kesannya hanya menghabiskan anggaran supaya tidak silpa..ah…pantas dosen dianggap kaya, wong sampai menghutangi negara, TANPA BUNGA! jadi gak papa deh turunnya remun tersendat….wong dosen itu kaya….

      Isuk dele sore tempe
      Peraturan rektor 2014 ttg remunerasi diganti dgn 2015. ganti rektor ganti kebijakan. Lalu semuanya serba mendadak. Suatu jumat bulan juni jam 4 sore, terima SMS dari ket jurusan, bahwa rekap SKP jan-mar harus dikumpul beserta bukti pendukung hari senin. Hari senin, deadlinenya mundur jadi rabu. pas hari rabu, ternyata gak jadi Jan-Mar, tapi sampai februari saja. wah, sekarang sudah juni Pak….kapan turunnya nih…aturan dan aplikasi remun di kampus kami memang selalu disempurnakan, atau diubah2 sesuai kebutuhan (masalahnya kebutuhannya pejabat atau dosen ya…haha…)…

      Saya tutup reply ini dengan beberapa efek positif bagi saya
      1. Mendapat pahala yang lebih banyak karena bersabar….
      2. Berserah diri pada tuhan karena hanya dialah yang mengetahui bgmn sebetulnya remunerasi itu…
      3. Hidup hemat dan tidak boros, karena tak ada yg tahu kapan remun akan turun, dan seberapa lancar turunnya
      4. Meluruskan niat. Tadinya saya berniat jadi dosen profesional (reward dan punishment jelas). Namun dengan adanya ini semua, lebih baik menjadi dosen yang ikhlas
      5. Lebih banyak pahala karena membantu orang lain. usaha yg diuntungkan misalnya tukang foto copy, pegawai yg dimintai tolong merekap SKP, dan pegawai yg mencari arsip2 SK dll…uang kita untuk mereka….asal ikhlas, saya yakin banyak pahala untuk memberikan keuntungan pada orang lain
      6. Lebih giat mencari penghasilan di luar. ada teman dosen yg sampai jualan es campur (yg beli mahasiswanya….). tapi jujur saja, sy tidak begitu berhasil usaha, sehingga balik lagi ke langkah 3…hehe….Bagi yg sering proyek lanjutkanlah, karena remun belum tentu lebih baik…bagi yg sudah remun, tetap proyek saja…haha…jujur saja, dosen2 yg banyak proyek tidak terlalu perduli dgn remun ini. Kalau Pak Ojo jurusan teknik, saya rasa tidak usah khawatir. Memang kalau masih sekolah, sepi proyek pak. Tapi kalau sudah aktif lagi…hmmm…. bakal jarang di kampus dan lupa remun…hihi….

      Bagi pak Abdul Hamied dan penyimak remun dari luar mungkin membayangkan yang manis-manisnya saja. Tapi tidak bagi kami yg ada di dalam…. ..Allah tahu yg terbaik untuk kita Pak…remun ada kelebihan dan ada kekurangan. Mari berserah diri pada tuhan dan pejabat. dengan skema remun yg diatur oleh peraturan rektor, mari kita sama-sama berdoa, semoga kita semua mendapat pemimpin yg memperhatikan dosen, karena di tangan beliaulah nasib remun ini berada.

      begitu pak…..

    • Yah itulah tidak komperhensifnya kebijakan pemerintah. Mestinya persoalan kesejahteraan dipikirkan secara matang dan berdampak pada semua, tidak berkonsekuensi diskriminatif seperti sekarang. Semoga segera ada kebijakan yang baik untuk Pak Forry dan kawan-kawan ya

    • adi, Untan. abah Hamid. bagai mana dengan uang serdos saya disertifikasi Agustus 2016, namun sampai sekarang belum menerima uaang serdos. bagai mana ya Bah, dimana bisa cari infonya. Jazakallahu khairo

  3. Kita berharap tidak diskriminatif karena selama ini yang menjadi dosen PNS dpk nasibnya selalu kurang beruntung dibanding dgn kawan dosen di PTN. Di Dikti selalu dinomorduakan karena perhatian diutamakan pada PNS yang di PTN, kemudian ketika diperbantukan mengabdi di PTS juga dinomorduakan karena ada kawan dosen yayasan yang diutamakan.

  4. ikut senang, enak ya jd dosen, dah mengajarnya sendiri per SKS dpt HR, masih dapat remun tambahan. aplagi ngajar di pasacasarjana, HR-nya manstap, yg pegawai hanya bs ngelihat dosen tanda tangan, kalo pegawai kan cuman dikatakan TUPOKSI, tugas pokok dan fungsi, so gak ikutn dpt HR
    dan smoga semua rejeki yg didptkn barokah… amiinn…

    • HR itu karena melakukan aktifitas di luar beban tri-dharmanya. Ini sama dengan pegawai kalau kerja lembur. Pegawai di unit anda mungkin begitu. Tapi coba lihat ke bagian keuangan atau pengadaan barang. jauh lebih banyak dari dosen. Dosen harus mengajar utk dapet HR. Tapi ada pegawai yg setiap kegiatan dia jadi panitia, padahal gak kerja. Keliahtannya sedikit, cuma 25rb per kegiatan. tapi cona kalau sehari ada 10 kegiatan aja. jadi berapa tuh sebulan? adil gak?

      Jangan lihat ngajar dan tanda tangannya saja. Lihat prosesnya. Adil gak sih, seorang dokter super spesialis, cuma pegang-pegang sebentar gak ada 5 menit, tanya2, tulis resep, dapet 300 ribu. Belum bonus dari perusahaan obat. yg tidak melihat proses pasti bilang tidak adil. tapi proses menjadi penting di sini.

      Coba deh anda lihat ke unit lain. Tidak semua unit ‘sekering’ unit anda

  5. Enak sekali ya jadi dosen, udah dapat honorarium per sks dari BLU (per sks bisa 300rb), dapat sertifikasi (1 x gaji pokok), dapat tunjangan fungsional ( bisa sampai 3x gaji), dapat pula remunerasi…..sedangkan pegawai universitasnya diperas harus datang tiap hari, tidak ada pelatihan, sudah itu tidak ada pula honor lain selain gaji…..mirisssszzz

    • Sorry saya agak keras.
      Asak jeplak pegawai Kroco. betul sertifikasi 1 x gaji, tapi Sertifikasi muncul itu karena dosen udah lama underpaid. tarolah penghasilan dosen 7 juta sebulan bersih. Bandingkan dengan gaji supir trans jakarta yang modal ijazah SMA dan SIM doang. Mau ngomong apa?

      Sesantai-santainya dosen, pastii dia tridharma secara reguler. Selain sertifikasi, argumen anda yg lain bisa saya bantah semua. Admin adalh tenaga terlatih, sedang dosen tenaga terdidik dan terlatih. Dosen bisa jadi admin, tapi admin gak bisa jadi dosen: sekolah sampe S3, penelitian dan publikasi berkala, grading, bikin lesson plan, micro teaching dll….kalo pegawai kroco punya otak dan tidak asal jeplak, pasti gak akan nulis seperti itu. Saya sarankan pegawai kroco tingkatkan kompetensi dan lobi. Kalau asal jeplak saya yakin ditempatkan di bagian yang kering, atau yang basah literal (WC, Kolam, dapur dll). jelas beda dengan pegawai univ di bagian pengadaan barang atau keuangan. jauh lebih banyak duitnya daripada dosen. Saya yakin atasan pegawai kroco tidak akan memilih dia, untuk duduk di situ. Gimana mau di sana, kalo kerjanya datang, absen, sarapan, baca koran, nonton TV, main game, lalu pulang? jadinya pasti asal jeplak!

      • Bung Antok, nggak semua admin seperti yang anda bayangkan, datang absen, sarapan baca koran, nonton tv, maen game lalu pulang, jelas itu menyinggung. Kalau begitu semua perbuatan admin, apakah bisa kegiatan surat menyurat dan kuliah jalan tanpa adanya admin, sorry, ini memang blognya dosen bahas tentang remunerasi tapi boleh dong kami sharing sedikit walaupun tulisan pegawai kroco asal jeplak

  6. Kita bekerja no 1 bukanlah mencari tumpukan harta. Tetapi ibadah. Kerja yang ikhlas insyaallah barokah. Tidak perlu banding membandingkan. Tentunya rejeki sudah di atur Allah. Ada yang berlebih ada yang pas. Bagi yang merasa berlebih ingatlah utk tetap sodakoh. Jangan selalu melihat orang orang dgn penghasilan di atas kita, sesekali lihat pula orang orang yg penghasilannya di bawah kita. Sehingga kita bisa bersyukur. Allah memberikan rejeki sesuai kebutuhan kita.. bukan keinginan kita, pun pula sesuai usaha yang sdh dilakukan. Tetap semangat bekerja tanpa saling merendahkan.

    Salam hormat untuk semuanya bagi bapak ibu dosen PNS, Non PNS, admin dan saya yakin banyak pembaca lain di luar status pekerjaan yang tersebut di atas.

Tinggalkan Balasan