Ini renungan di hari Jumat

Menjadi Doktor ini bukan pencapaian puncak di dunia akademik.

Ia adalah sebuah terminal saja, semacam mendapatkan lisensi untuk meneliti.

Seorang Doktor telah dianggap mampu untuk secara independen melakukan proses penelitian sampai selesai dalam bentuk laporan dengan kualitas tertentu, bahkan terpublikasi.

Soal kualitas pun tentu tidak dianggap sempurna. Karena itulah ada yang disebut Post-Doctoral, menyempurnakan riset atau karya ilmiah yang dibuat semasa S3.

Namun sayangnya  di negara tetangga, disertasi kerapkali dianggap puncak karya seseorang di bidang akademik. Begitu didapatkan gelar doktor, turun pula, kan udah sampe puncak 😉

Jika seharusnya seorang Doktor semakin fokus ke bidang kajian tertentu, tapi tak jarang muncul Doktor-doktor yang menguasai segala bidang ilmu. Dari urusan vaksin sampai ilmu politik.

slider-31

Persoalan lain, karena biasanya sudah habis-habisan ketika selama studi (plus berbagai tunjangan dihabisi), maka setelah studi biasanya masa recovery. Recovery bisa berupa mencari jabatan atau proyek. Jika jabatan tak bisa didapatkan di kampus, maka selalu ada ruang baik di berbagai komisi, lembaga pemerintahan, berbagai komisi, tim seleksi, bahkan dunia politik.

Pilihan yang biasanya juga rasional karena air mengalir yang tersumbat akan mencari jalannya sendiri.

Yang jelas tak ada mekanisme soft-landing yang membuat para doktor ini melanjutkan atau menyempurnakan riset mereka selama studi. Khusus bagi yang studi di luar negeri, biasanya persoalan ditambah dengan shock-culture dengan keterbatasan alat lab, (kemudahan mendapat) sumber pustaka, dan tiba-tiba kuatnya suasana politik kampus.

Tentu tak semua se-ngenes ini. Ada beberapa kampus yang menseriusi dengan membuat katakanlah grup-grup riset dengan embel-embel “Program Percepatan Guru Besar” dengan pendanaan yang serius.

Tapi itu beberapa saja…

***

Selamat hari Jumat

 

 

2 Comments »

  1. Tulian yang menarik. Tapi izinkan saya untuk mengoreksi sedikit. Dizaman digital skrg ini, sumber pustaka tidak tepat jika dimasukkan sbg kendala dalam meneliti. Terima kasih

    • Betul dengan sedikit kreatifitas, segala sumber memang bisa didapatkan melalui internet, thanks lib*gen dan sci*hub. Walaupun tetap saja dulu waktu sekolah di Jepun, utk mendapatkan buku terbaru, tinggal “minta” ke perpustakaan atau bahkan ke pembimbing dengan jatah anggaran beli bukunya. Begitu juga buku klasik, kalau gak ada di perpus kampus bisa pinjam ke perpus tetangga yg berjaringan.

Tinggalkan Balasan