Sahabat saya, Dr. Mufti Ali sedang merawat putrinya yang sakit, berikut suratnya yang dikirim ke saya:

Anak kami yang kedua, Mahira Mujahida (l. 2002), mengalami pertumbuhan yang kurang normal ketika ia menginjak usia 2 thn. Kami pun membawanya ke dokter terdekat. Setelah mendapatkan pengobatan lebih dari 6 bulan. Pertumbuhannya tetap tidak normal. Pada usianya yang ke-5, kami mencoba membawanya ke Prof. Hembing di Tanahabang Jakarta. Di sana Mahira mendapatkan terapi pengobatan herbal dan akupuntur dua kali seminggu dan berlangsung 14 bulan (April 2006- Desember 2007). Karena tidak ada perkembangan, pada 19 januari 2008 kami memutuskan membawanya ke RSCM. Setelah melewati serangkaian diagnosis medis yang berlangsung sejak 19 januari 2008 – 7 Oktober 2010, Mahira dinyatakan mengidap penyakit micrognathia, atau tulang rahang bagian bawah yang terlalu kecil sehingga mengganggu pernapasan (sleep apnea). Sejak lahir anak kami dinyatakan tidak pernah istirahat (tidur). Untuk mengatasi penyakit ini, pada juli 2010 RSCM memutuskan bahwa Mahira harus dioperasi. Untuk operasi ini, di rahang Mahira harus dipasang alat yang disebut dengan osteodistraksi yang harganya Rp 200.000.000 Sayangnya alat ini tidak ada di RSCM dan di RS manapun di Indonesia.
Penyakit anak kami merupakan kasus penyakit ke-2 yang ditangani oleh RSCM. Kasus pertama berhasil diatasi karena ketika itu (thn 2005) RSCM bekerjasama dengan Pemerintah Jepang yang membantu mendatangkan peralatan medis dan tenaga ahli. Ketika anak kami dinyatakan mengalami gangguan micrognathia dan sleep apnea, kerjasama antara RSCM dan Pemerintah Jepang sudah tidak ada lagi. Akhirnya setelah 7 bulan lebih tanpa pengobatan dan perawatan medis, atas rekomendasi dari dr. Abdul Latif pada Maret 2011 kami mencoba konsultasi kepada seorang dokter speasialis di National University Hospital (NUH), Prof. Loh Hong Sai tentang penyakit anak kami. Pada tanggal 14 April 2011 kami diminta untuk datang ke dental centre 3, National University Hospital of Singapore. Setelah melewati serangkaian diagnose yang berlangsung sejak 14 April – 02 Juni 2011 di NUH, anak kami dinyatakan mengalami gangguan yang disebut dengan retrognathia, posisi tulang rahang bagian bawah yang terlalu ke belakang. Kondisi ini diduga yang menyebabkan gangguan pernapasan akut (sleep apnea) pada anak kami, terutama ketika tidur. Pada 2 Juni 2011, seorang konsulen paling senior di rumah sakit tersebut, Prof. Dr. Djeng Shieh Kien memutuskan bahwa Mahira harus dioperasi untuk memajukan tulang rahang bagian bawahnya. Operasi ini direncanakan akan berlangsung pada 29 November 2011 di NUH Singapura. Biaya yang dibutuhkan untuk operasi ini sebesar S$ 44.113 atau sekitar Rp 308.791.000 (tiga ratus delapan juta tujuh ratus Sembilan puluh satu ribu rupiah) dengan asumsi 1 S$ = Rp 7.000. Pasca operasi Mahira harus mendapatkan medical control setiap minggu di NUH. Agar proses recovery-nya berjalan lancar, maka kami memutuskan untuk tinggal selama 6 bulan di Singapura.
Adapun rincian kebutuhan biaya pengobatan Mahira Mujahida adalah sebagai berikut:
Biaya operasi : S$ 29.113
Biaya 24 x control pasca operasi : 24 x S$ 125 = S$ 3.000
Biaya sewa flat selama 6 bulan : 6 x S$ 2.000 = S$ 12.000
Total : S$ 44.113 (Rp 308.791.000)

Biaya operasi dan akomodasi tersebut diatas tidak mampu kami tangani dan tanggulangi sendiri karena kami hanyalah pegawai negeri sipil biasa (gol. III/ C) di IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Serang Banten. Sementara tabungan kami yang tersisa dari hasil penjualan tanah dan kendaraan telah habis kami gunakan untuk biaya pengobatan Mahira selama 5 tahun di Indonesia (2006-2010) dan untuk pengobatan tahap awal di Singapura (14 April – 2 Juni 2011). Askes, satu-satunya asuransi kesehatan yang kami miliki, tidak meng-cover biaya pengobatan di Luar Negeri.

Jika Bapak/Ibu berkenan membantu berikut no rekening : 0062-01-041129-500 (BRI Cab. Pandeglang), a/n Mufti Ali.

Salam,

Mufti Ali

muftiani@yahoo.com

HP: 085814119100

1 Comment »

Tinggalkan Balasan