Judul tulisan ini adalah status facebookku hari ini. Hmm orang boleh menilai apa saja, ada yang kaget, gembira, sirik, sinis dan syukur-syukur ikut mendoakan. Terlalu ambisiuskah?
Sebelum total menekuni dunia akademik, aku adalah seorang trainer. Aku dan kawan-kawan (indra budiman, danang aziz, sapta yuliandri, rus’an nasrudin, dian kusuma, ahmad dahnial, deni) yang kerapkali mengisi pelatihan baik outbound training maupun in class training. kadang mengisi training memakai bendera Visi Leaning Center (VLC), kadang menjadi pembicara semisal di Success Camp Forkoma UI Banten dan seringkali juga menjadi pembicara panggilan.
Salah satu materi yang paling sulit tapi biasanya paling berkesan adalah “merancang hidup”. Aku mesti mampu membangun “gelombang” yang sama ke semua peserta untuk memiliki cita-cita dan merancang langkah-langkah mewujudkannya. Misalnya, anak SMA yang sedang gamang mau kuliah di jurusan mana, mesti paham, dia cita-citanya tuh apa. passionnya terletak dimana. kuliah di jurusan apa, adalah salah satu langkah saja dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Jika mau jadi Direktur PLN tentu saja langkah terbaik adalah masuk jurusan elektro dan bukan masuk jurusan ilmu politik atau kebidanan, he he.
Jika sedang mengisi training tersebut yang paling menyenangkan adalah masa-masa mengamati mereka (baca: peserta) merenung dan menuliskan cita-cita mereka dalam selembar kertas yang kemudian menjadi jimat, karena tak boleh hilang. Musti disimpan di bawah bantal, di bawah tumpukan baju dilemari atau didalam lipatan peci atau bahkan dbingkai dan ditempel di kamar tidur. Lembaran kertas tersebut musti dibaca sepuluh atau tujuh tahun kemudian untuk melihat sejauh mana cita-cita tersebut tercapai.
Yang juga menyenangkan adalah saat-saat beberapa peserta membacakan cita-cita-nya di depan kawan-kawannya. tak hanya cita-cita tapi langkah-langkah mewujudkannya. Pembaca dan peserta biasanya amat ekspresif dan appresiatif. Membacakan cita-cita di ruang publik berarti membiarkan orang lain memasuki ruang imajinasi kita. Kadangkala, ada juga yang memasukkan cita-cita “pribadi” seperti menikah umur berapa, punya anak berapa bahkan dikuburkan dimana, amat menarik.
Apakah cita-cita boleh berubah? ya, tapi lakukan langkah-langkah penyesuaian untuk setiap perubahan cita-cita.
Dulu aku menganggap menjadi politisi adalah cita-cita, ya jadi Presiden ato Gubernur-lah. Langkahnya juga ditempuh dengan serius. Berorganisasi, membangun jejaring dan menjadi calon anggota DPD-RI tahun 2004, saat belum lulus kuliah. Sayang tak berhasil, pemilihku hanya di kisaran angka seratus ribu orang, tak cukup membawaku ke senayan.
Sekarang ketika bekerja di dunia akademik, perencanaan hidup tetap berjalan. Tahun berapa jadi Profesor? hmm anggap saja tulisan ini sebuah rencana kehidupan ya.
Tahun lalu aku sebagai dosen mendapatkan Jabatan fungsional Lektor. tak terlalu istimewa sebetulnya karena pas tiga tahun dari mulai menjadi asisten ahli. Nah akhir tahun ini atau awal tahun depan targetku memiliki jabatan fungsional Lektor Kepala. Hmm tak gampang karena normalnya jabatan kenaikan jabatan fungsional diperoleh setelah tiga tahun. Kenaikan antara 1 – 3 tahun alias kenaikan istimewa diperoleh jika memiliki tulisan di Jurnal terakreditasi yang jumlah nilai-nya mencapai 25% dari kum yang dipersyaratkan. Alhamdulillah, Kum Lektor-ku 306, jadi kurang 94 saja. Hmm, akhir Juli ini tulisanku di salah satu jurnal terakreditasi akan terbit dengan nilai kum 25. jadi, rasanya naik menjadi lektor kepala di akhir tahun atau awal tahun depan akan sesuai rencana. yesss
nah, 2012 adalah saatnya sekolah doktor. target pertama tentu saja ke luar negeri, entah New Zealand, Australia atau ke Jepang. Usaha telah dan sedang dilakukan maksimal. Jika tidak, dalam negeri tak mengapa. yang penting dalam rencana hidup 2012 harus sekolah dan lulus tiga tahun kemudian. jadi lulus sekitar 2015. Nah ada waktu setahun setelah jadi doktor untuk menumpulkan kum biar jadi Profesor. bisakah?
Insya Allah, harus berani bilang bisa.
Tentu saja menjadi profesor juga jangan sampai menjadi cita-cita tanpa makna. reputasi, pengaruh dan bobot atas karya harus bisa dipertanggungjawabkan. Reputasi dan pencapaian karir bukanlah sesuatu yang dipertentangkan, tapi disinergikan.
Jadi, kata siapa dosen tak bisa merencanakan karir?
Tulisan yang bagus Pak, Saya Juga mempunyai impian yang sama 🙂
Great…!!! Aku juga mau jadi profesor….
Prof. Abdul Hamid, Ph.D .. Prof mau sharing lagi gak pengalamannya jadi profesor ke anak-anak SMU. VLC diminta ngisi training lagi tuh di sekolah paling spektakuler beberapa tahun terakhir: Insan Cendekia. Setelah beberapa tahun gonta-ganti lembaga training, rupanya VLC masih diminati oleh para guru..hehe