9 November Ini hari kedua simposium. Beberapa peserta meledekku, “tenang saja, kau bisa bernafas karena sudah presentasi”. beberapa juga bertanya apakah aku mengerti materi-materi dalam bahasa perancis. aku jelaskan ada […]
Ini hari kedua simposium. Beberapa peserta meledekku, “tenang saja, kau bisa bernafas karena sudah presentasi”. beberapa juga bertanya apakah aku mengerti materi-materi dalam bahasa perancis. aku jelaskan ada Gabriel yang membantuku memahami.
Simposium kali ini berjalan lancar dan cepat, siang hari semua materi selesai dipresentasikan. Pada saat penutupan, Ghislaine menyampaikan bahwa peserta diminta memperbaiki tulisan untuk nanti diterbitkan dalam jurnal Mousson. Selain itu ia mengundang peserta simpoisum untuk makan malam di rumahnya.
Siang sampai sore Gabriel bimbingan disertasi dengan Jean-Marc dan aku menghabiskan waktu membuat perencanaan perjalanan di depan internet. hmm, cilaka-nya uang tiket ternyata tak diganti segera. penggantian baru akan dilakukan via transfer setelah aku pulang ke Jakarta dan mengirim boarding pass ke panitia. waduuuuuh.
Malamnya kami bertiga berangkat ke rumah Ghislaine yang besar dan unik, mirip kastil kecil. kebiasaan di Perancis, tamu datang bukan langsung makan, tapi membantu memasak juga. jadilah para tamu berbagi tugas, memotong sayuran, merebus, membuka bungkus kacang, dan lain-lain. Aku sendiri sebagai tamu kurang ajar malah asyik ngobrol ngalor ngidul dengan Daromir.
masakan kali ini cukup enak, steak-nya matang (biasanya masih berdarah gitu) dan ada kentang gorengnya, belum lagi bermacam keju yang melimpah buat desert. zaitun (olive) yang tersedia juga dua macam, hijau dan hitam. oh ya, di perancis roti banquet selalu terhidang sebagai alat untuk menghabiskan sisa-sisa kuah makanan sampai piringnya tandas dan licin. kalau saja aku penggemar wine, pasti aku puas dengan bermacam wine yang tersedia, banyak yang unik dan setiap wine punya cerita tersendiri.
Malamnya, sambil pulang Jean Marc mengajak aku dan Gabriel melihat tempat dimana Paul Cezzane melukis Mt. Saint Victoria. Tempatnya unik dan indah sekali, sayang tengah malam jadi tak bisa mengambil gambar.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju penginapan kecil di kaki Mt. Victoria, Getape, tempat para pendaki guung biasa menginap dengan tarif hanya 12 euro semalam. Wah dibayari pula sama Jean Marc.