Sejumlah seremoni dan puja-puji mengharu biru di sekitar tanggal 28 Oktober setiap tahunnya. Upacara bendera, berbagai perlombaan, diskusi dan seminar sampai tulisan di media menggelorakan semangat pemuda sebagai harapan bangsa. Puluhan kutipan dari mulut orang terkenal tentang pemuda dilontarkan ke angkasa, seakan di pundak mereka-lah bangsa ini kelak akan berhasil. Bahkan sampai hari ini, masih saja ada retorika: serahkan kepemimpinan kepada pemuda.
Tanpa kita sadari, (sebagian) pemuda sekarang malah menjadi parasit bangsa.
Korupsi Pemimpin Muda
Sudah bukan saatnya lagi pemuda meminta-minta jadi pemimpin. Sudah banyak tak terhitung pemuda yang diberi amanah kepemimpinan di DPRD dan DPR, ketua RT, Kepala Desa, Bupati/ Walikota, Gubernur sampai Menteri. Bahkan ketua salah satu partai terbesar di negeri ini dijabat seorang pemuda.
Kemudian, apa yang kita saksikan dari sebagian besar kepemimpinan kaum muda? Berhasilkan mereka kemudian membuktikan bahwa mereka lebih berhasil dari orang-orang tua yang mereka kecam dulu?
Yang kemudian kita saksikan di media massa justru kebalikannya. Sebagian besar anak-anak muda yang mendapat giliran menjadi pemimpin justru menunjukkan ketidakberhasilannya. Bukan tidak berhasil mengalahkan medan tempur yang ganas dan kemudian gugur, tapi justru gagal menjaga idealismenya ketika mendapatkan amanah kepemimpinan.
Seorang Bupati di sebuah kabupaten miskin, tampilannya amat muda dan gagah, mewariskan hutang ratusan miliar yang harus dibayar rakyat ketika dia mengakhiri jabatannya dan menjadi wakil rakyat. Apa yang didapatkan rakyat dari hutang ratusan miliar? Nyaris tak ada pembangunan yang signifikan.
Seorang (mantan) bendahara partai terbesar di Indonesia, masih amat muda sekali, menjadi pesakitan setelah menjadi dalang dari megakorupsi yang melibatkan wakil-wakil rakyat, kementrian yang mengurusi pemuda dan celakanya juga para pejabat dari belasan Universitas. Ketua umum partai-nya yang masih muda, bekas ketua umum salah satu organisasi mahasiswa terbesar dicurigai terlibat dan sesumbar siap digantung di Monas jika terbukti bersalah.
Wajah-wajah muda belia, segar, ganteng dan cantik, serta terkesan pintar kini menghiasi berbagai media sebagai tersangka berbagai kasus korupsi besar di negeri ini. Tak sulit kini kita menyebut sepuluh nama pemimpin muda yang terlibat atau diduga terlibat korupsi.
Pemuda Bagian Oligarki
Ada pemimpin muda yang memang berakar dari pergulatannya di organisasi mahasiswa dan kepemudaan. Ada pula pemimpin muda yang lahir dari ketiak ibu dan bapaknya, Tak berkeringat, namun berhasil muncul dengan pencitraan berbiaya besar modal uang dan pengaruh orang tua. Anak-anak muda tipe ini bahkan bisa menyalip antrian kader berdedikasi di partai politik, menghancurkan system kaderisasi atas nama pengaruh emak dan bapaknya.
Pemimpin semacam ini kemudian lazimnya menjadi bagian dari oligarki. Mereka tak menjadi agen perubahan, namun menjadi agen-agen status quo, keluarganya untuk mempertahankan kekuasaan, mengamankan kepentingan ekonomi-politik dan melindungi kepentingan bisnis yang biasanya mengandalkan proyek-proyek pemerintah. Walaupun begitu, pemimpin macam ini biasanya yang paling lantang meneriakkan kata-kata perubahan dan memasang baliho dengan fotonya besar-besar dengan dana rakyat.
Lebih celaka lagi, karena mereka rajin berderma dengan duit rakyat pula biasanya dukungan terjaga, baik dari rakyat yang memaknai demokrasi sebagai kesempatan mendapatkan uang tiga puluh ribu rupiah maupun para aktivis dan bekas aktivis yang tak punya pekerjaan tetap.
Refleksi
Inilah wajah lain kepemimpinan pemuda di Indonesia yang harus kita sadari dan akui. Sebagian lahir dari pergulatannya di organisasi mahasiswa dan kepemudaan, membawa idealisme dan keinginan merubah “dari dalam“ tapi kemudian larut dalam kebobrokkan. Sedikit saja yang bisa bertahan seperti ikan hidup di lautan, sebagian besar menjadi ikan asin.
Sebagian lagi memang lahir sebagai pemimpin instant untuk mempertahankan kekuasaan bisnis dan ekonomi keluarganya. Kepedulian kepada rakyat hanya menjadi bahan iklan politik belaka, konsumsi media untuk mengelabui masyarakat dan background di baliho.
Tentu saja tak semua pemuda menjadi parasit bangsa. Ada segelintir pemuda yang menjadi pemimpin di lingkungannya. Pemimpin semacam ini biasanya tanpa mahkota, tak banyak bicara, apalagi mengiklankan diri di media. Mereka ada di sekitar kita: guru yang berdedikasi, PNS yang tidak korupsi, pengusaha yang ulet, polisi yang jujur atau aktivis LSM yang tak mencari proyek tapi giat membantu masyarakat.
Kalau sulit mencari profil seperti mereka, ya itulah cermin wajah masyarakat dan pemuda kita. Pahit dan sakit memang, tapi bukankah jika wajah yang bopeng jangan cermin yang dibelah? Selamat Hari Sumpah Pemuda !
setuju pak..
tapi kalau bapak yag menjadi pemimpi pakah bisa?
pemimpi?