DI tulisan lalu, saya sudah menyampaikan akan datangnya gelombang anak muda bertitel doktor dan berwawasan internasional menyerbu institusi pendidikan tinggi di Indonesia. Apakah kampus-kampus di Indonesia siap?
Nah, di tengah ketidaksiapan menyambut peluang tersebut, ada satu kampus yang nampaknya paling siap. Namanya, Surya University, sebuah kampus baru swasta yang didirikan oleh Yohannes Surya yang dikenal sebagai sosok dibelakang menjulangnya nama Indonesia di olimpiade fisika.
Awalnya saya sendiri tak terlalu tertarik. Maklum, Surya University bergerak di bidang Ilmu alam dan teknologi sedangkan saya menggeluti ilmu politik. Namun menyimak beberapa share postingan kawan yang menjadi Kaprodi di sana, saya mulai tertarik. Surya nampaknya menempuh jalur tidak biasa dan berpotensi menumbangkan para raksasa bernama besar.
Fokus dari kampus ini nampaknya pengembangan teknologi canggih dan mutakhir. Inilah yang membuatnya berbeda dengan kampus-kampus “konvensional” yang lain atau bahkan kampus raksasa semacam UI, UGM atau ITB. Dua misi pertama yang ditulisnya adalah menyelenggarakan pendidikan tinggi berbasis riset kelas duni dan menjadi pemimpin di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta penelitian terobosan di level internasional. Lihat saja nama pusat risetnya, antara lain Virtual Reality Applications Center, Center of Robotics and Intelligent Machines, Brain Research Center, International Institute for Clean Energy & Climate Change, and Video Game Research Cente.
Nama fakultas dan jurusannya juga tak umum, tengok saja:
- Faculty of Green Economy & Digital Communication
- Agribusiness
- Green Economy
- Technopreneurship
- Digital Communication
- Faculty of Clean Energy & Climate Change
- Physics – Energy Engineering
- Biochem – Energy Engineering
- Environmental Engineering
- Faculty of Life Science
- Biotechnology & Neuroscience
- Human Computer Interaction
- Nutrition & Food Technology
Saya sendiri tidak paham soal kemampuan finansial kampus tersebut. Yang jelas dalam penerimaan mahasiswa baru, Surya bekerjasama dengan banyak pihak untuk menyediakan beasiswa. Dari 1218 mahasiswa baru Surya University gelombang pertama terdapat sekitar 400 mahasiswa berprestasi dari keluarga miskin (dari jabar, jogya, sulut, lebak, pekalongan, NTT, Papua, dll).
Nah bagaimana dengan dosen-nya? Surya University ini yang nampaknya fokus menyiapkan SDM unggul dengan dimilikinya 200 dosen bergelar Ph.D yang akan menjadi mencapai 300 di akhir 2013 dan 1.000 di akhir 2015. Beberapa nama yang sekarang bersinar di dunia ilmu pengetahuan seperti Hokky Situngkir dan Taruna Ikrar juga bergabung disini. Di fanpafge-nya Yohanes Surya, saya juga menemukan cerita tentang bagaimana ilmuwan yang sudah bekerja di kampus atau industri besar dunia selama belasan atau puluhan tahun bisa bergabung di Surya University.
Kampus raksasa mana (baca: PTN besar) yang punya ambisi sebesar ini? Masih ribut dalam pemilihan rektor? Sibuk mengumpulkan kuitansi untuk laporan penelitian? Atau dalam penerimaan dosen masih terhambat berbagai aspek administrasi. Kasarnya, bahkan jika Samuel Huntington melamar jadi dosen di PTN Indonesia bisa jadi ditolak karena persoalan administrasi dan Huntington mesti jadi dosen junior dulu bertitel asisten ahli atau lektor dan mesti ikut pekerti atau AA? Atau Gerry van Klinken yang hari ini tanggal 2 oktober nanti dikukuhkan jadi Guru Besar di Univeristy Van Amsterdam dalam Bidang Sejarah Sosial Ekonomi Asia Tenggara juga mungkin sulit jadi Guru Besar di Indonesia karena dulu-nya adalah pengajar Fisika.
Oh ya, saya tidak sedang promo apalagi berafiliasi ke Surya. Saya dosen di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, PTN muda di Banten, Indonesia, alumni dan sempat mengajar di UI. Jadi saya merasakan kegelisahan bagaimana kampus-kampus negeri yang memiliki potensi tumbuh besar justru terperangkap urusan-urusan rutin dan administratif.
Ayo berbenah ! Memiliki nama besar di dunia pendidikan tinggi sekarang bukan jaminan untuk menjadi pelari tercepat.
Sumber tulisan :
1. http://surya.ac.id/index.php
2. https://www.facebook.com/YS.OFFICIAL
Johanes surya sangat futuristik, dia mengumpulkan anak-anak muda dengan kemampuan internasional. Saya ada 2 orang teman dari NUS dan TIT (Tokio) mau pulang dan bergabung dengan surya insitute. saya kira pemerintah harus memulai sehingga kapital kecerdasan orang-orang indonesia bukan negara lain yang memanfaatkan tapi bangsa indonesia yang memanfaatkan. Teringat dengan pemerintah India yang membuat Mumbai sebagai daerah silicon valley dengan fasilitas dan kondisi yang dibuat seperti USA sehingga ahli-ahli IT india yang berada di USA mau pulang. Sebenarnya ada 1 lokasi yaitu Puspitek-Serpong Tangsel yang bisa dibuat seperti Mumbai asalkan ada kemauan pemerintah untuk mendorong pengembangan IPTEK. saya mendoakan agar Presiden kedepan siap untuk menghadapi tantangan kemajuan IPTEK khususnya IT.
Mantap Pak, semoga kiprah Pak Anton bisa bermanfaat untuk bangkitnya Indonesia menuju bangsa yang kuat.Saya sepakat, kita butuh leader yang punya leadership dan visi yang jelas mau dikemanakan Indonesia, termasuk dalam pengembangan teknologi. Smeoga tahun depan kita punya Presiden semacam itu ya pak.
hmm.. rutin dan administratif ya bah? Rhenald Kasali banget nih .. #lanjutken
Tapi rhenald gak bicara rekrutmen dosen dan kuitansi penelitian kan? He he
MasyaAllah, mantap ka hamid artikelnya..mudah2an anak-anak muda itu bisa terus berkarya dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari sekolah2 terbaik dari seluruh dunia meskipun dengan berbagai keterbatasan fasilitas pada saat ini. Mudah-mudahan ke depan ada perubahan kebijakan mendasar dalam pengelolaan universitas
Betul, sekarang tinggal bagaimana “manajemen perubahannya” yang berjaya yang bisa membaca semangat zaman. bagaimana, sudah berangkat sekolah?
Mantap….. Semoga di kemudian hari banyak kampus kampus dengan sistem seperti itu dan bangsa kita bisa sejajar dengan bangsa lain dalam pengelolaan universitas…
Amiiin
Mantap memang pak….menurut websitenya dalam kurun waktu sejak pendiriannya sudah bergabung lebih dari 200 PhD holder (plus-plus), mengapa saya menggunakan istilah “plus-plus” karena kebanyakan dari mereka sudah bertahun-tahun menjadi periset, assistant professor, associate professor dikampus besar dunia, sebut saja: Dr Irawan, Dr taruna ikrar, Dr. Sidrotun Naim, Dr. R Dwi Susanto dll. Kalau dalam 2 tahun 400 PhD holder bergabung sudah melebihi jumlah doktor disalah satu kampus besar Indonesia yang usianya sudah lebih dari 50 tahun…
Betul Pak, peta kampus unggulan bisa berubah ya 😉
anda belum tahu isinya surya univ.
mostly pencitraan dan hampir semua phd yang join ke situ pun marah dan sudah pada balik ke luar lagi..
jangan asal tulis tanpa tahu yang sebenernya
Wah, menarik sekali Pak Peter. Apa anda bisa bercerita sesuatu di sini? Yups, info yang saya tuliskan berdasarkan info media dan beberapa phd, kawan saya yang bekerja di Surya. Saya senang sekali kalau Pak Peter bisa bercerita di sini. Salam.