Saya percaya bahwa melawan ketidak adilan penguasa selalu bisa ditempuh dengan dua cara.

Cara pertama tentu saja menghadapinya langsung. Lawan kebijakan dengan argumentasi dan aksi. Percayalah kebijakan yang tidak adil selalu lahir dari argumentasi yang lemah namun dikeluarkan oleh mereka yang punya otoritas. Kita bisa melawannya dengan otak, dan jika perlu dengan aksi. Cara pertama ini hanya bisa berhasil jika dilakukan dengan total. Jika tidak dan tak berhasil, tentu ada resiko yang harus dihadapi. Namun jika massif, ini akan berhasil merubah keadaan dalam jangka pendek.

Cara kedua adalah cara yang butuh waktu lebih panjang. Ya, mengalahkan kebijakan tak adil dengan mempersiapkan diri untuk menjadi pengambil kebijakan. Mematangkan diri, memperluas jaringan dan dukungan serta menambah kesaktian biar sakti mandraguna. Buat kelompok yang seide, bangun cita-cita bersama dan saling menjaga idealisme. Begitu saatnya tiba, maka bertarunglah dan ambillah kekuasaan.

Masing-masing cara punya kelebihan dan kekurangan. Cara pertama, banyak dilakukan oleh anak-anak muda bersemangat untuk mengejar perubahan cepat sesuai idealisme. Namun, jika kemudian kebijakan berubah atau bahkan penguasa tumbang, sementara aktor pendobrak tak memenuhi eligibility, maka ini sama dengan mempersilahkan orang lain untuk berkuasa. Cuma jadi kuda troya saja. Dalam kondisi terburuk, situasi bisa jadi hijrah dari moncong buaya ke mulut macan. Situasi lain, ketika eligible dan bisa berkuasa tapi fondasi ekonomi belum kuat, maka saksikanlah ada banyak anak-anak muda yang tak lebih baik atau bahkan lebih buruk dari mereka yang ditumbangkannya.

Cara kedua punya persoalan dengan waktu dan komitmen. Butuh waktu panjang dan komitmen kelompok yang kuat, karena perubahan tak bisa dilakukan sendiri. Bisa jadi ada satu atau dua yang tak sabar dan menggagalkan rencana jangka panjang. Atau malah berkhianat dan menusuk kawan sendiri. Namun jika berhasil, maka kematangan dan kelompok menjadi kekuatan untuk tak hanya mengalahkan ketidak adilan atau menumbangkan penguasa dzalim, tapi juga kekuatan pembaharu menciptakan tata kelola yang baru.

Saya sendiri tak memilih jalan pertama dan kedua. Saya memilih keduanya, cara pertama penting untuk membangun kesadaran dan power exercises. Mengukur kekuatan lawan adalah hal penting bukan? Tapi di saat yang sama, mengorganisasi kelompok, mencari dukungan dengan wajar dan meningkatkan kesaktian agar eligible untuk mengambil alih kekuasaan secara legal adalah hal yang mesti terus dijalankan.

ha ha ha, ngomong apaan sih Abah ? 😉

 

1 Comment »

Tinggalkan Balasan