Kemarin, saya rencananya menghadiri buka puasa bersama KMA (Kyoto Muslim Association) dengan memakai kostum baju putih dan berpeci. Ditambah pipi yang chubby, saya pikir saya akan mirip salah satu calon presiden. Malam sebelumnya saya sudah mematut-matut diri di cermin, tinggal cukur jenggot saja. Walaupun beliau bukan pilihan saya, di masa muda saya sempat mengidolakan beliau sebagai tentara yang keren, makanya saya ndaftar AKABRI, walau nggak lolos. Berkostum seperti beliau saya anggap “tribute to Mr.P”, sebelum malam nanti beliau diumumkan kalah berdasarkan rekapitulasi KPU.

Namun menjelang berangkat, berita tentang pidato beliau di rumah polonia membuat saya gusar. Alih-alih menyatakan penerimaan terhadap proses pemilihan presiden yang melelahkan dan berbiaya tinggi, Mr.P malah menyatakan menolak hasil Pilpres.

Saya gusar karena apa yang dinyatakan jelas pengingkaran terhadap apa yang 15 kali dikatakannya berulang-ulang di media, “Akan menerima kehendak rakyat yang disahkan KPU”.

Terus terang, saya masih berharap ada bukti ketegasan dan jiwa kstaria dalam bentuk pengakuan kekalahan. Saya juga berharap beliau datang ke rekapitulasi KPU, berjabat tangan dan berpelukan dengan calon yang lain.

Tapi ini ternyata imajinasi belaka.

Maka saya tak jadi menggunakan kameja putih dan berpeci. Diganti dengan batik madura saja.
image

Namun ketika nggowes menuju lokasi saya berpikir. Mr.P mungkin korban saja.

Ada segerombolan orang di kanan-kiri-belakang yang selama ini menyuplai Mr.P dengan berbagai informasi palsu, sesat dan asal bapak senang. Bahkan mereka mungkin menguras duitnya Mr.P.

Tengok saja soal hasil real count yang dirilis salah satu partai pengusungnya dan belakangan hasilnya 100% mirip dengan apa yang disebut hasil survey yang beredar beberapa saat sebelum pencoblosan.

Tengok juga lembaga2 yang mengeluarkan hasil quick count yang ternyata berbeda dengan hasil rekapitulasi KPU. Entah salah metode atau berbohong, yang jelas semua lembaga tersebut keliru.

Belum lagi jika mengingat serangan sistematis dengan berbagai fitnah menggunakan isu etnis dan agama yang menyerang capres lain. Betul, serangan tersebut membabi-buta dan memang efektif di pelosok-pelosok kampung.

Namun Mr.P mestinya sadar, fitnah bertubi-tubi ini yang justru “memanggil” jutaan swinging voters tergerak untuk memilih calon lain tersebut.

Dan betul saja, Mahfud bilang, ide menolak hasil Pilpres itu usulan Akbar Tanjung. 

Saya kok jadi kasihan.

Mr. P salah memilih kawan.

NB. Untuk Mr.P, tahun depan saya pulang ke tanah air Pak, mungkin kita bisa jadi sahabat yang baik. Kita bisa bicara soal petani, nelayan, tentara, pemuda, kambing dan kuda, juga tentang Indonesia. Saya pikir kita bisa bikin sesuatu yang hebat, dengan atau tanpa kekuasaan.

Sebagai sahabat saya juga akan mengingatkan jika Bapak salah, walaupun mesti dilempar handphone. Sahabat sejati itu saling mengingatkan Pak, bukan menjerumuskan atau memanfaatkan.

Tenang saja, saya mau jadi sahabat, bukan penikmat duit Bapak. Bapak boleh traktir saya di tempat yang mahal, tapi saya akan traktir Bapak makan bubur setan pasar lama, biar saya yang bayar.

1 Comment »

Tinggalkan Balasan