Habis solat subuh entah kenapa mata saya nyangkut di kaskus. Sebagai kaskuser newbie sejak 2008, saya tertarik dengan postingan ini gan:
Intinya TS mau bilang kalau pendapatan PNS kecil dan itu membuat mereka bisa terjebak korupsi. Ia meminta kepada Jokowi untuk menaikkan gaji PNS.
Tau reaksinya gan? wih sadis banget. TS dibully.
Komentar-komentar yang masuk hampir semua mengecam PNS. Misalnya.
Saya lantas berpikir, benarkah gaji PNS kecil? Benarkah kinerja PNS buruk? Benarkah PNS kaya-kaya?
***
Saya mulai dari komentar-komentar yang masuk.
Sungguh saya tidak bisa menyalahkan berbagai komentar yang masuk yang menganggap bahwa PNS seperti musuh anak bangsa yang lain. Ya, bisa jadi itu dibentuk oleh pengalaman, interaksi, dan opini media yang kemudian menjadi persepsi yang kuat di sebagian besar kaskuser dan masyarakat Indonesia yang lain.
Katakanlah begini.
Pagi ngurus KTP disuruh bayar administrasi seikhlasnya, siang ke kantor pemda sampe jam setengah dua loket pelayanan belum juga buka, sore jam 3 ke kantor instansi yang lain, sebagian sudah pulang dan orang yang dicari kepergok lagi maen pingpong.
Besok pagi jam 9 masih ada PNS yang kelihatan baru berangkat kerja, jam 11 ke Mall ada orang2 berseragam PNS lagi shopping, jam setengah dua ke tanah abang, ada mbak2 berseragam PNS lagi belanja. Lihat TV ada PNS berkeliaran dirazia satpol PP. Buka internet ada foto perempuan mesum berseragam PNS.
Kebayang kan? bagaimana persepsi buruk terhadap PNS terjadi.
Belum lagi isu (dan memang betul-betul terjadi) bahwa banyak orang masuk menjadi PNS dengan menitip, dititipkan dan bahkan membayar ratusan juta rupiah.
Hufff
Seburuk itukah PNS sebetulnya?
Saya tidak membantah bahwa banyak PNS dengan kelakuan minus seperti di atas. Banyak.
Namun saya juga tidak memungkiri bahwa banyak PNS yang bekerja baik, amat baik malah. Mereka lulus dari universitas yang baik, bahkan banyak yang sempat bekerja profesional di dunia swasta, memilih menjadi PNS dengan harapan dan idealisme bisa berkontribusi memperbaiki negara. Mereka bekerja keras, pagi sampai sore, bahkan overtime. Mungkin TS di kaskus tersebut salah satunya.
Tapi memang lingkungan dan “sistem” lama di dunia birokrasi memang banyak yang tidak karu-karuan.
Bolehlah saya cerita tentang seseorang yang dengan tersedu sedu menemui saya sepulangnya dari kantor dan bercerita ia dipaksa menandatangani Surat Pejalanan Dinas Fiktif. Ia menolak dan segera pulang dari kantor. “Sistem” memaksanya melakukan itu, walaupun pada akhirnya ia tak lagi dipaksa. Beberapa amplop yang tak jelas peruntukannya selalu ia tolak. Kalau dipaksa menerima, uangnya akan ia masukkan ke mesjid/mushola terdekat atau fakir miskin yang ditemui.
Kawan lain, PNS daerah bercerita bahwa ia dipaksa menerima sogokan oleh kontraktor karena bertugas memeriksa hasil pekerjaan. Sikapnya menolak membuat si kontraktor berpikir bahwa si PNS ini meminta jatah lebih. Betapa kaget si kontraktor ketika kawan saya tadi itu tetap menolak. Ia mengatakan baru menemukan kasus seperti ini karena jamaknya PNS memang minta jatah.
Ada juga kawan, beberapa PNS yang mundur karena merasa akan sulit mempertahankan idealisme, sementara gaji memang tidak besar. Ya, tidak besar dibandingkan dengan pekerjaan di dunia swasta bonafid atau BUMN besar. Hal yang bisa dicapai oleh anak-anak bangsa terbaik tersebut. Gaji PNS besar memang hanya di sektor tertentu saja, katakanlah Kementerian Keuangan, khususnya kantor Pajak. Memang ada tunjangan kinerja, namun besarannya hanya sekitar 40% dari Kementerian Keuangan dan baru berlaku untuk sebagian kementerian saja. Lebih parah, dosen PNS didiskriminasi nggak dapat tunjangan kinerja karena dianggap sudah dapat serdos, padahal yang sudah dapat serdos baru 39%.
Lha kalau yang idealis mundur semua dari PNS trus bagaimana? masak yang tersisa yang rusak-rusak semua sih? Bisa gawat negara ini bukan?
Lantas mesti bagaimana?
Saya sendiri tertarik dengan sistem Jepang, kebetulan pernah ada kawan dulu yang presentasi soal ini. Gaji PNS di Jepun cukup tinggi, setara dengan swatsa bonafid dan secara berkala dilakukan survey. Jadi memang menjadi PNS pekerjaan yang amat kompetitif, katanya kebanyakan yang masuk alumni kampus-kampus bergengsi, terutama Universitas Tokyo.
Namun tentu saja tak ada peluang bekerja santai, kerja sampingan, maen game di jam kerja, jadi calo atau broker, apalagi bikin video mesum, he he. Pekerjaan dilakukan secara profesional dan terukur.
Nah jika sistem Jepun mau dipake menurut saya ada beberapa langkah yang dilakukan secara simultan.
1. Penataan ulang struktur birokrasi secara keseluruhan.
2. Assesment ulang semua PNS yang berdasarkan hasil penataan ulang struktur birokrasi di atas dan berdasarkan kebutuhan riil. Tentukan standard tertentu dan mereka yang tidak memenuhi standard dipensiunkan dini saja.
3. Pembersihan PNS nakal dan korup secara besar-besaran. Kalau yang kayak begini mah dipecat dan dihukum, bukan dipensiunkan.
4. Seleksi ulang dengan seketat-ketatnya, katakanlah dengan standard perusahaan swasta bonafid.
5. Menetapkan standard gaji baru PNS yang kompetitif dengan gaji sektor swasta bonafid.
Begitu kira-kira.
Rasanya sudah saatnya kita berpikir negara ini musti diurus oleh orang-orang terbaik dan bukan memberi gaji buta kepada para benalu. Pengangkatan PNS juga tidak boleh berdasarkan belas kasihan tapi mesti berdasarkan kompetensi.
Kalau ini dilakukan, rasanya tak perlu lagi ada thread permintaan naik gaji di kaskus dan juga komentar miring terhadap PNS.
harusnya idealnya begitu 🙂
tapi kondisi di lapangan sangat berbeda jauh
saya juga males jadi PNS karena takut idealisme saya runtuh 😀
Benar Pak.. Beberapa kasus yang saya alami sendiri.. saya pernah mendapatkan kata-kata seperti ini, “kalau ingin idealis, bukan di pns tempatnya !” padahal saya kerja sesuai sop yang udah jadi kewajiban saya, karena saya udah makan gaji dan tunjangan.. #mumet.. kkwkwkw..