Semalam, setelah anak-anak tidur saya dan istri berdiskusi soal kelas menengah Indonesia. Ada laporan khusus majalah SWA edisi tahun lalu yang menarik dibahas. Menurut kami, saya masuk kategori aspirator, istri saya masuk kategori performer. Kami tidak lagi membicarakan soal beasiswa yang belum juga datang. Istri saya sudah ikhlas bersuamikan penerima beasiswa dikti 😉
Lantas kami terlelap.
Besok pagi, setelah subuh Ilham juga mengantuk, minta di -UT. Ya sudahlah saya UT, mumpung akhir pekan. Ilham juga memeluk bantal dan dulin kesukaannya.
Bangun lagi sekira jam 8 pagi, wah ramai sekali di fesbuk.
Teman-teman sependeritaan ternyata berbagi tautan ini: http://news.detik.com/read/2014/09/05/211302/2683019/10/dirjen-dikti-bantah-mahasiswa-penerima-beasiswa-di-luar-negeri-terlantar.
Wah saya kaget juga.
Ada dua hal yang membuat kaget.
Pertama, masalah ini akhirnya masuk juga ke media massa. Rupanya manusia ada batas kesabarannya juga menahan kesulitan yang diakibatkan orang lain. Saya sadar selama ini penerima beasiswa dikti berusaha bersabar walaupun keterlambatan bisa berbulan-bulan. Berusaha bersabar walaupun di kampus mesti menekuk muka ditegur berkali-kali oleh bagian finance universitas karena menunggak biaya kuliah. Menahan malu karena bahan perbincangan dengan supervisor bukan lagi soal substansi riset tapi soal bagaimana bertahan hidup di negeri orang. Berusaha bersabar walaupun keluhan di forum Dikti sudah lama tak pernah ditanggapi.
Huff
Kedua, saya kaget bahwa Dirjen Dikti membantah berita ini, bahkan mengatakan
“Nggak ada. Wah sudah mati semua kalau sebanyak itu (ratusan mahasiswa). Nggak mungkin,”
Pernyataan yang menurut saya tak sepantasnya dilontarkan oleh Dirjen Dikti. Apalagi keterlambatan beasiswa adalah masalah yang terjadi terus menerus dan seharusnya dengan segala teknologi yang dimiliki, Dirjen Dikti bisa mencari tahu persoalan sesungguhnya, bukan membantah fakta yang sesungguhnya terjadi.
Namun Dirjen Dikti betul ketika mengatakan
para mahasiswa penerima beasiswa DIKTI memiliki forum komunikasi tersendiri. Bahkan dirinya tak bisa mengakses forum tersebut.
Ya, forum tersebut ada. Namun, sejak tanggal 15 agustus, tak ada pihak pengelola beasiswa yang menyampaikan informasi atau membalas keluhan yang disampaikan. Sepi.
Baiklah, karena Dirjen Dikti mengatakan tak mengetahui apa saja keluhannya karena tak bisa mengakses forum, saya bersedia membantu Pak Dirjen dengan menyalin-tempel beberapa.
Yth Bapak/Ibu Pengelola BPLN Dikti,
Saya ingin sampaikan bahwa saya tidak bisa lagi meyakinkan pihak Universitas disini bahwa sponsor saya sedang melakukan proses pencairan beasiswa yang cukup memakan waktu karena berkaitan dengan proses brirokrasi di tanah air. Dikesempatan terakhir, mereka memberi saya waktu sampai 30 September untuk melakukan pembayaran TF Semester ke-3 (Sem 1 TA 2014/2015). Lewat dari tanggal tersebut, konsekuensi cancellation of enrollment harus saya terima. Smoga hal ini dapat dihindari. Disamping itu, sampai hari ini Supervisor belum menerima email dari Dikti sehubungan dengan progress report. Demikian kabar dari saya, trimakasih atas perhatian Bapak/Ibu. Salam.
XXXXXX
XXXXXXXXX
BPLN Dikti 2013
Ini juga
Saya pun akan mengalami hal yg sama. Di Perancis untuk memperpanjang izin tinggal dengan status sebagai student harus punya bukti pembayaran (aktif / terdaftar sebagai student). Jadi kalau saya belum bisa bayar uang kuliah, maka saya tidak bisa perpanjang izin tinggal di Perancis. (*menunggu ‘miracle’ ).
XXXXXXX
XXXXXXXXX, France
Atau ini
Sampai dengan hari ini, saya belum mendapatkan pencairan tuition fee padahal tgl 10 Sept ini nanti adalah due date perpanjangan pembayaran tuition fee. Saya khawatir pembayaran saya salah no rekening tujuan seperti semester kemarin dan semester sebelumnya. Mohon konfirmasinya. terimakasih.
Salam,
XXXXX
Australia
Ini juga
Yth Ibu Fine, Ibu Citra dan Pak Septian,
Hal: konfirmasi supervisor telah submit progress report
Pada tanggal 21 Agustus kemarin saya mendapatkan email dari supervisor saya, menyatakan bahwa beliau telah mendapatkan link progress report dari Dikti, telah mengisinya, dan telah mengirimkan kembali (submit). Semoga memenuhi syarat untuk proses pencairan beasiswa tahap berikutnya – sudah sebulan telat membayar university accommodation nih
Terlampir email supervisor saya sebagai bukti konfirmasi, yang sudah saya upload juga di laman Dikti. Terima kasih atas perhatiannya.Salam,
XXXXX
Masih kurang?
Yth. Pengelola Dikti,
Mohon maaf, saya hanya mencoba untuk meminta konfirmasi. Jika nama saya sudah muncul, apakah dana akan ditransfer dalam waktu dekat atau masih harus menunggu beberapa waktu lagi? Mengingat living expenses dan tunggakan tuition fee yang sudah lama menanti untuk dibayar. Terima kasih atas perhatiannya.
Regards
XXXXXX
Bagaimana dengan ini?
Saya XXXX BULN 2011, PhD di XXXX
Pusing saya dengan DIKTI. Kapan ya DIKTI ini bisa membangun sistem yang baik supaya orang2 yang studi ga dibuat pusing sama sistem DIKTI. Itu saya baru saja baca pengumuman yang dibuat tanggal 20 Mei yang lalu di forum ini. Itu pun karena ada seorang teman yang memberutahukan. Kenapa kok pengumumannya disini? Memangnya kami setiap hari harus mantau ke forum ini? Kenapa setiap pengumuman tidak dikirim ke email kami semua? Apa sulitnya membuat list email para penerima beasiswa DIKTI dan sekali “pencet” tombol “send” langsung kekirim ke semua email penerima beasiswa DIKTI?
Masalah penerima beasiswa DIKTI itu-itu saja. Tapi kalian kok terulang lagi dan lagi. Kok bisa bertahun-tahun masalah yang sama muncul lagi muncul lagi. Apa tidak ada solusi yang “top markotop” dari DIKTI?
Setiap tahun pertanyaannya sama, bagaimana caranya mengurus tiket berangkat/pulang? bagaimana mengurus setneg? bagaimana perpanjangan setneg? Bagaimana cara perpanjangan beasiswa? dan masih banyak lagi pertanyaan yang sama diulang-ulang melulu. Apa sulitnya di website DIKTI dijelaskan langkah2nya/jawaban2 FAQ (frequently asked questions)?
Kita disini mau fokus studi malah distracted dengan urusan2 administrasi DIKTI yang notabene karena sistem yang seharusnya simpel malah jadi ruwet. Kalau penerima beasiswa email kalian, lebih sering ga dibalasnya.
Saya mohon DIKTI bersikap profesional. Malu sama Tuhan, malu sama kami2, malu sama universitas2 LN. Jujur saya malu dengan pihak Uni XXXX karena scholarship providernya malu2in. Saya paham kalian sudah bekerja keras, capek dll. Tapi saya berharap DIKTI juga bekerja CERDAS, sehingga capeknya DIKTI berkurang. Jangan DIKTI anggap mentang2 kami sudah dapat beasiswa dari kalian, wajar kalau kami pusing, ngemis2 sama kalian. Beasiswa itu uang rakyat, bukan uang DIKTI. Pegawai2 DIKTI pun dibayar pakai uang rakyat, salah satunya ya kalian digaji untuk mengurusi karyasiswa2 DIKTI.
Itu dulu unek2 yang mau saya sampaikan, syukur2 kalau menjadi masukan yang membangun.Salam
XXXX
Tak ada jawaban, komentar, saran atau informasi dari pengelola beasiswa dikti atas berbagai keluhan di atas.
Ini terakhir, dari sebuah diskusi di grup facebook karyasiswa
Supervisor saya dan DIKTI
Memiliki supervisor yang sangat supportive, penuh pengertian, bukan cuma soal akademik tapi juga masalah-masalah manusiawi yang dialami para student tentu menjadi impian setiap mahasiswa. Dan saya termasuk salah seorang yang beruntung itu: memiliki supervisor yang tidak hanya memahami bidang penelitian saya tetapi juga sangat supportive terhadap setiap masalah non-akademik yang saya hadapi. Apalagi kalau bukan soal beasiswa.
Uniknya, supervisor saya ini selalu kebagian membimbing Diktiers sejak beasiswa Dikti angkatan pertama hingga sekarang. Mungkin ada 6-7 orang mahasiswa Dikti di bawah bimbingannya dari angkatan yang berbeda2. Alhamdulillah, beberapa sudah ada yang lulus. Dia hapal sehapal-hapalnya watak beasiswa DIKTI. Masalahnya, eh untungnya, dia orang yang amat sangat peduli dengan kami mahasiswa bimbingannya. Jika kami stress urusan beasiswa dia ikut stress. Semua mahasiswa Dikti yang dibimbingnya mengalami masalah pembayaran SPP. Entah sudah berapa surat yang dia keluarkan sebagai rekomendasi untuk meminta keringanan pihak universitas menunda pembayaran SPP kami. Setiap awal semester dia selalu menanyakan kondisi beasiswa saya. Karena kebaikannya itu saya seringkali enggan mengeluh padanya.
“Itu beasiswa yang kejam” katanya suatu hari dengan nada prihatin. Sementara saya cuma cengar-cengir (karena sudah 3 tahun mengalaminya).
“I’m feeling bad”, katanya di lain hari mendengar beasiswa saya belum cair, dan saya mencari sendiri dana pinjaman untuk bayar SPP krn masa extension sudah habis dan saya enggan terus merepotkannya. “I’m here to help you, please let me know…” dan seterusnya.
“Kamu tak perlu terlalu memikirkan tesismu, your progress is really good, yang harus kamu khawatirkan adalah beasiswamu. Kalau kamu tidak punya uang itu adalah masalah besar,” katanya lagi di lain hari saat saya bertanya apakah saya sudah menuliskan tesis saya dengan benar atau tidak.
Begitulah. Betapa saya kagum akan kebaikan hatinya. Beberapa kali ia membantu mencarikan jalan terkait persoalan keuangan saya, dan juga mahasiswa Diktiers lain di bawah bimbingannya.
Suatu hari saya dengar teman saya yang satu bimbingan dan sesama Diktiers bergosip: “Tahu enggak bu, pembimbing kita katanya menyurati atasannya untuk memohon agar cukup tahun ini terakhir kali membimbing mahasiswa Dikti. Krn membuatnya stress.” Saya terkejut. Oh…syukurlah saya masih berkesempatan menjadi mahasiswa bimbingannya…
Selamat belajar teman2…
Jika Pak Djoko membaca tulisan ini, jangan marah ya Pak. Saya hanya membantu Bapak menemukan masalah sesungguhnya dari pengelolaan beasiswa Dikti. Kita tentu ingin menjaga nama baik negara di depan perguruan tinggi di negara lain kan?
Oh ya jika hiruk-pikuk pencairan beasiswa Dikti usai, saya juga tak menolak menyampaikan usulan perbaikan berdasarkan hasil survey terhadap penerima beasiswa dikti yang saya lakukan beberapa waktu lalu.
Semoga Indonesia menjadi lebih baik ya Pak.
Ajarin dong dapat beasiswa carut marut ini ? 😀
semester lauu sudah berakhir tapi beasiswanya belum datang juga. ini memasuki semester baru beasiswanya belum kunjung datang. sebenarnya proses pencairannya seperti apa ? apakah sebegitu rumit sehingga tidak bisa tepat waktu ?