Lazada IndonesiaKalau di tulisan ini saya menulis soal perbandingan produktivitas riset Indonesia, maka saya mau membandingkan hal lain dan sedikit bersimulasi.

Belakangan ini kalangan akademisi di berbagai belahan dunia banyak berdiskusi soal pendapatan mereka. Di Jepun, persoalan ini mengemuka beberapa kali di Japan Times (Silahkan baca tulisan ini dan itu). Namun sebuah artikel Faculty Pay, Around The World oleh Scott Jaschik di Inside Higher Education memaksa saya menulis tulisan ini.

Dalam tulisan tersebut terdapat sebuah tabel, menggambarkan perbandingan gaji dosen di berbagai negara berdasarkan tiga kategori: Entry, Average, dan Top. Entry maksudnya mereka yang baru jadi dosen, Average itu rata-rata, dan Top adalah mereka di posisi puncak, Full Professor yang senior, begitu kira-kira.

Oke, kita lihat dulu tabelnya:

Monthly Average Salaries of Public Higher Education Faculty,

Using U.S. PPP Dollars

 Country Entry Average Top
Armenia    $405    $538    $665
Russia    433    617    910
China    259    720 1,107
Ethiopia    864 1,207 1,580
Kazakhstan 1,037 1,553 2,304
Latvia 1,087 1,785 2,654
Mexico 1,336 1,941 2,730
Czech Republic 1,655 2,495 3,967
Turkey 2,173 2,597 3,898
Colombia 1,965 2,702 4,058
Brazil 1,858 3,179 4,550
Japan 2,897 3,473 4,604
France 1,973 3,484 4,775
Argentina 3,151 3,755 4,385
Malaysia 2,824 4,628 7,864
Nigeria 2,758 4,629 6,229
Israel 3,525 4,747 6,377
Norway 4,491 4,940 5,847
Germany 4,885 5,141 6,383
Netherlands 3,472 5,313 7,123
Australia 3,930 5,713 7,499
United Kingdom 4,077 5,943 8,369
Saudi Arabia 3,457 6,002 8,524
United States 4,950 6,054 7,358
India 3,954 6,070 7,433
South Africa 3,927 6,531 9,330
Italy 3,525 6,955 9,118
Canada 5,733 7,196 9,485

Sayangnya Indonesia gak ada ya?

Oke, kita lupakan dulu Indonesia. Mesti kita pahami dulu bahwa angka-angka di atas memakai PPP (Purchasing Power parity) dolar, yaitu kurs yang mengukur berapa banyak sebuah mata uang dapat membeli dalam pengukuran internasional (biasanya dolar), karena barang dan jasa memiliki harga berbeda di beberapa negara. Ini memastikan perbandingan di atas setara karena tentu saja harga kontrakan di Karawaci Tangerang dengan Kawaramachi Kyoto itu berbeda, he he (Lihat di sini penjelasan tambahannya).

Nah, menurut data di atas, ternyata Kanada juaranya (horeee, tepuk tangan). Dia teratas baik di level entry, average maupun top. Malaysia, tetangga baik kita berada dalam posisi menengah, namun ternyata berada di atas Jepang.

Nah bagaimana dengan Indonesia?

Hmm saya mencoba menghitung menggunakan PPP conversion factor yang dikeluarkan world bank. Tahun 2013, index PPP Indonesia sebesar 3.800,35 (tiga ribu delapan ratus koma tiga lima).

Kemudian bagaimana mendefinisikan early, average dan top.

1. Early saya definisikan dosen yang baru diangkat. Dia saya definisikan PNS Dosen golongan IIIB, Masa kerja 0 tahun S2, belum memiliki jabatan fungsional,  belum sertifikasi dan single. Gajinya berdasarkan PP 34 2014 adalah sebesar Rp. 2.415.600. Katakanlah memiliki pendapatan lain-lain (uang makan, dll) sebesar Rp. 500.000, maka total Rp. 2. 915.600,-.

Menggunakan indeks PPP maka didapatkan: 2915600:3.800,35 =  767 (hasil pembulatan).

2. Average, terus terang sulit mencari angka rata-ratanya. Nah saya menggunakan PNS Dosen IIID masa kerja 10 tahun, Lektor, sudah sertifikasi. Maka gaji pokok sebesar Rp. 3.064.400,- ditambah sertifikasi satu kali gaji (3.064.400,-) ditambah fungsional lektor Rp.700.000,- dan tunjangan keluarga, dll katakanlah Rp.500.000,-. Nah dijumlahkan menjadi sebesar Rp.7.328.800,-, dibagi dengan indeks PPP, dihasilkan angka 1927 (hasil pembulatan)

3. Top. Nah profil dosen top markotop adalah golongan IVD, profesor, tentu tersertifikasi dan masa kerja paling poll yaitu selama Soeharto berkuasa: 32 tahun. Maka gaji pokok Rp.5,302,100, ditambah tunjangan serdos satu kali gaji pokok dan tunjangan kehormatan dua kali gaji pokok, dan tunjangan fungsional Rp.1.300.000,- ditambah katakanlah pendapatan lain, Rp.500.000,-. Nah didapatkan angka Rp. 22.958.000,-. Angka yang mantap, namun karena di puncak dan masa kerja sudah 32 tahun mungkin sudah mau pensiun juga, he he. Berapa jika dibagi PPP index, hasilnya 6036 (Hasil pembulatan).

Nah, bagaimana analisisnya:

Yang kasihan memang yang baru jadi dosen alias kategori early, cuma dapet 767. Dibandingkan dengan negara lain di tabel di atas, maka didapatkan posisinya empat terbawah, berada di bawah Eithopia, walaupun berada di atas China dan Rusia. Namun jauh berada di bawah Malaysia (seperempatnya) yang untuk kategori early mendapatkan angka nominal 2.824.

Untuk kategori average, angka 1.927 hampir sama dengan Meksiko, masih berada di klasemen bawah. Angka ini kurang dari setengahnya dibandingkan dengan Malaysia yang mendapatkan 4.628.

Nah, untuk top, kita cukup boleh gembira. Angka 6.036 ini berada di klasemen tengah, dekat dengan Nigeria 6.229 atau israel 6.377. Juga tidak terpaut jauh dengan Malaysia 7.864

Yang jelas menjadi catatan saya adalah gap yang teramat tinggi antara top – average – early di Indonesia: 6.036:1.927:767. Perbandingan terendah dengan tertinggi, kira-kira 8:3:1. Bandingkan dengan Malaysia: 7.864:4.628:2.824 yang kira-kira perbandingan antar kategorinya: 4:2:1, rendah sekali gapnya.

Sekedar mengingatkan, berdasarkan data dikti sendiri, jumlah Profesor di Indonesia hanya 3% dari keseluruhan dosen di Indonesia, super minoritas. Terbesar adalah dosen berstatus tenaga pengajar alias belum punya fungsional sebesar 34%, lektor 25%, asisten ahli 21%, lektor kepala 17% (Cek tautan ini).

Catatan lain adalah, dosen yang sudah tersertifikasi juga baru 43%, sebanyak 57% belum tersertifikasi.

Oh ya, kenapa Malaysia dari tadi jadi contoh melulu, soalnya tulisan saya sebelumnya juga membandingkan produktivitas riset Indonesia dan Malaysia, kita tertinggal enam kali lipat.

Atau Indonesia gak perlu dibandingkan? Bagaimana kalau bikin kompetisi membangun Univeristas Kelas Akhirat saja, jangan Universitas Kelas Dunia?

***

Nah, pasti ada yang berkomentar bahwa angka pendapatan tidaklah riil karena dosen kebanyakan hanya mengajar dan memiliki pekerjaan dan pendapatan sampingan lain. Saya bilang, inilah biang keladi ketertinggalan dunia pendidikan tinggi kita 😉

Jangan kira saya mau rekomendasikan kenaikan gaji atau tunjangan, sudah capex. Kalau pembaca mau, boleh-boleh saja sih, he he. Saya cuma mau bilang ke dosen-dosen muda dan pinter, ayo berkaryalah maksimal dan jujur biar cepat jadi Profesor dan hidup layak bersama keluarga tanpa melalaikan kewajiban pekerjaan. Nggak ngurus jabatan fungsional berarti mendzolimi keluarga lho.

Salam

@Abah Hamid

Catatan: Simulasi ini menggunakan kriteria penulis untuk setiap kategori namun berdasarkan angka yang sebisa mungkin valid (gaji pokok, tunjangan fungsional, dll), dipersilahkan sekali mensimulasikan dengan kategori yang lebih anda sepakati.
Lazada Indonesia

1 Komentar »

  1. Orang2 kdg tll membesar2kan gaji para guru dan dosen dg adanya sertifikasi guru dan dosen. Pdhl utk mendptkan tunjangan itu tdklah mudah. Utk mjd profesor diperlukan tenaga, wkt, biaya utk mjd seorg doktor. Itupun ga otomatis bs. Trus, utk menunjang kenaikan pangkat hrs publikasi jurnal international yg terindex di scopus. Nah, masalahnya di Indonesia sulit menemukan jurnal international terindex scopus. Penelitian2 kdg terganjal olh peralatan laboratorium yg msh jadul atau out of order, dan blm disetujuinya pengadaan alat2 baru. Kesulitan2 itu yg tdk tampak oleh org2 awam. Akhirnya semua PNS di bbrp kementerian minta renumerasi. Kl dilihat beban tugas para pendidik ini lbh berat drpd pegawai kantoran. Begitu jg utk pegawai BUMN, coba dicek brp gaji per bulan, berikut bonus dan tunjangan kesehatan dan tunjangan pendidikan. Sangat timpang sekali. Smg bs direnungkan utk mencari solusi utk para pendidik Indonesia.

    • santai aja cuy…. sebenernya kualitas dosen kita juga banyak yang luar biasa.. tapi sebagian mereka lebih memilih berkarya di luar negeri asalnya..

  2. Benar pak gap antara dosen muda dengan prof di sini sangat jauh. Itu yang membuat pemula seperti saya ini akhirnya mau tidak mau harus banting setir kemana-mana, ga bisa fokus. Senior selalu memberikan obat penenang kepada junior, dengan membandingkan jaman mereka muda dulu juga susah. Mental inilah yang bahaya, dan tidak akan saya bawa kalau saya sudah jadi atasan. Saya berharap suatu saat menjadi dosen muda itu sama bangganya dengan jadi pegawai baru di pertamina.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.