Lazada Indonesia
Judulnya sudah pas belum ya?

Hmm begini awal mula kenapa tulisan ini dibuat.

Awalnya adalah perbincangan dengan seorang kawan di tepi Kamo sambil makan liwet.

Ia menyampaikan bahwa banyak dosen yang mempublikasikan artikel di jurnal yang bersumber dari skripsi mahasiswa. Lho kok bisa?

Ya bisa, lha wong entah atas dasar wangsit dari mana ada kewajiban menulis jurnal bagi mahasiswa S1, S2 dan S3. Kewajiban ini berdasarkan SE152/E/T/2012.  Nah, SE-nya itu sampe nyebut-nyebut negara tetangga segala saking bersemangatnya, he he. (Sila unduh di sini)

Jadilah kemudian, tugas membimbing skripsi termasuk juga menjadikan skripsi tersebut ke dalam format artikel di jurnal dan diterbitkan, biasanya di jurnal milik internal kampus. Nah, di banyak kampus, nama pembimbing dimasukkan menjadi salah satu penulis. Jadi jika mahasiswanya namanya Udin, pembimbing 1 Durno dan pembimbing 2 Dasamuko, maka penulis dalam jurnal akan ditulis: Udin, Durno, dan Dasamuko.

Hal ini konon juga kelaziman di beberapa negara, di mana pembimbing tesis atau disertasi juga namanya ditulis sebagai penulis ke sekian, yang jelas tidak pertama.

Nah sekilas memang semua baik-baik saja. Banyak dosen menikmati benefit ini. Namanya tercantum di banyak publikasi yang notabene berasal dari skripsi mahasiswa. Jika IT kampus rajin dan publikasi2 tersebut dimasukkan ke dalam repository yang tersambung ke garuda dikti atau google, bisa jadi karya ilmiah yang diproduksi dengan cara begini lebih banyak dari yang betul2 ditulis sendiri.

Tapi teman saya tersebut mengingatkan, ada potensi persoalan besar, ini seperti pisau bermata dua. betul memang sekilas kuantitas tulisan banyak. Tapi bagaimana jika artikel jurnalnya tidak berkualitas? Bagaimana jika ada plagiasi dalam karya tersebut? Bagaimana jika proses pengeditannya tidak tuntas? Mengubah karya tulis dari format skripsi menjadi artikel jurnal tidak semudah menggunakan fitur find and replace kata “skripsi” menjadi “paper” atau “artikel”.

Jika hal-hal tersebut terjadi, kiamatlah karir sang dosen. Ia yang tak cermat memeriksa (karena load skripsi banyak) bisa tersangkut persoalan plagiarisme.  Plagiarism by accident. Mengerikan bukan?

Apa yang terjadi dengan salah satu artikel di jurnal Phinisi dimana masih ada kata-kata:“adapun permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah merupakan…”  adalah gunung es dari sekian banyak kasus yang saya yakin akan banyak terjadi.  Sila ke TKP di http://pak.dikti.go.id/portal/?p=193.

Screenshot 2015-06-13 11.16.05

Sumber:http://pak.dikti.go.id/portal/wp-content/uploads/2015/06/image2-20-576×1024.jpg

Sumber:

Bisa jadi memang artikel tersebut tak berasal dari modus di tulisan ini, karena bisa jadi artikel di Phinisi memang didapatkan dari skripsi penulis duluuuu waktu S1, diambil begitu saja dari skripsi mahasiswa tanpa permisi atau menurut seorang kawan bisa saja diambil dari biro jasa pengerjaan skripsi. Fiuh.

Namun modus menjadikan skripsi sebagai artikel jurnal (yang dibenarkan dan legal oleh banyak kampus) dan kemudian menjadi bagian dari PAK berpotensi menimbulkan persoalan di kemudian hari dan membahayakan karir Bapak/Ibu Dosen.

jadi saya ingin mengatakan: Berhati-hatilah !
Lazada Indonesia

15 Comments »

    • Yups, tuh Dikti sampe publish di web penilaian angka kreditnya. Saya haqqul yakin ini fenomena gunung es. Memang banyak persoalan dengan dunia pendidikan tinggi kita Mbak Nadya. Sayangnya Menteri sepertinya nggak paham…

  1. Thanks banget Pak Hamid atas pengamatan, analisa yang cermat, dan masukan mengenai penulisan jurnal bareng antara mahasiswa dan dosen yang diambil dari skripsi mahasiswa. Hal ini dapat menjadi masukkan yang berguna bagi saya …….

  2. mau tanya pak Hamid, kalau ada contoh kasus seperti di atas (penulis pertama mahasiswa, penulis kedua dosen) tapi ternyata mahasiswa yg namanya tertera pada jurnal tsb (selaku penulis pertama) ternyata tidak mengetahui adanya jurnal tsb bagaimana? bahkan ternyata mahasiswa yg bersangkutan sudah tidak aktif kuliah.
    matur nuwun, salam sejahtera 🙂

  3. Yth Bp Abdul hamid

    Apakah praktek menuliskan ulang hasil skripsi/tesis ke dalam karya tulis ilmiah yang diajukan ke jurnal secara kode etik diperbolehkan? tidakkah termasuk self plagiarisme bagi si penulis skripsi/tesis?
    kalau memang plagiarisme, sebenarnya bagaimana yg dilakukan di perguruan tinggi di negar maju terkait karya tulis simbiosis mahasiswa-dosen ini?

    Terima kasih infonya

  4. kalau saya sudah tidak kuliah, apakah boleh mengirim jurnal ilmiah dari jurnal skripsi? lalu kata kata nya di rubah begitu? lalu apakah nama dosen juga di cantumkan?

  5. Pak Abdul, Sebenarnya sumber tulisan karya ilmiah yang ada di dalam Jurnal bersumber dari mana sih?
    dari Penelitian baru, atau boleh dari penelitian lama (misalnya skripsi/tesis/disertasi).
    Jika dari penelitian baru, dasarnya apa bahwa hasil penelitian tersebut boleh dipublikasikan di Jurnal?

  6. Pak mau tanya. Bagaimana kalau sang dosen tersebut membuat jurnal dari skripsinya sendiri atau tesisnya sendiri? Jika boleh bagaimana penulisan namanya? Terimakasih..

  7. Saya mengalami sendiri, jurnal saya malah masuk proceeding internasional kampus dan dibukukan. Tapi nama saya ditulis sbg penulis ketiga ( saya hanya dihubungi akan diterbitkan, saya kira saya jadi penulis solo). Saya dapat info saat meminta surat rekomendasi utk S2. Yang lebih menyebalkan, dosen yg sudah jadi dekan ini memberi syarat sebelum diberikan rekomendasi, yg akhirnya saya batalkan karena pendaftaran sudah mepet. Ini buat trauma juga. Malah saat saya cek tesis ada yg kejadian sama dgn dosen yg sama hanya dia di jurnal internasional. Sangat tidak memotivasi mahasiswa. Entah tujuan nya apa jadi dosen. Yg jelas saya trauma kuliah di jurusan dan universitas almamater saya itu.

Tinggalkan Balasan