Siklus Hidup
Enam bulan pertama pulang dari Jepun saya punya banyak waktu luang Ya tentu saja melaksanakan kewajiban mengajar ke kampus. Namun tentu saja lebih punya waktu luang dibanding istri yang orang […]
Catatan harian seorang Abah
Enam bulan pertama pulang dari Jepun saya punya banyak waktu luang Ya tentu saja melaksanakan kewajiban mengajar ke kampus. Namun tentu saja lebih punya waktu luang dibanding istri yang orang […]
Enam bulan pertama pulang dari Jepun saya punya banyak waktu luang
Ya tentu saja melaksanakan kewajiban mengajar ke kampus. Namun tentu saja lebih punya waktu luang dibanding istri yang orang kantoran. Jadi di sela-sela mengerjakan pekerjaan yang bisa di rumah semacam membaca, menulis, mengoreksi dan menyiapkan bahan mengajar (lha di kampus waktu itu gak punya meja), jadilah saya memasak, menyapu, mencuci, menemani belajar dan mendongeng. Kebetulan di rumah memang juga tak ada asisten.
Rasanya bangga misalnya ketika pisang goreng buatan abah habis diperebutkan teman-teman Ayal dan Ilham di sekolah. Atau logo ramu di baju pramuka yang aku jahit terpasang sempurna. Ketika temannya Ayal bertanya, “Siapa yang jahit?” Ayal menjawab, “Abahku, si bapak rumah tangga”.
Saya menikmati kehidupan domestik itu karena menyadari itu tak akan lama. Menghirup bau asem rambut ilham yang minta di-ut habis didongengi tentang Moni yang bertemu Jack The Ripper. Ah….
Betul saja, beberapa jam setelah dua pelantikan (baca dua tulisan sebelumnya) dunia publik langsung menyedotku.
Rapat, berbagai kegiatan dan pengambilan-pengambilan keputusan memaksaku keluar dari dunia domestik. Bisa pulang malam atau tak pulang dua tiga hari. Dan ini baru awal saja Man!
Tapi enam bulan memang kami siapkan untuk menyiapkan anak-anak: menggoreng telor, sholat pada waktunya, dan nggak berantem. Yang terakhir yang paling sulit !