Rumah Baru Mino
Berapa waktu ini sesungguhnya saya amat sibuk. Pikiran, perasaan, lahir dan bathin. Semenjak tiga minggu lalu kami resmi pindah dari sebuah rumah mungil ke rumah mungil lainnya. Ya, walaupun mungil […]
Catatan harian seorang Abah
Berapa waktu ini sesungguhnya saya amat sibuk. Pikiran, perasaan, lahir dan bathin. Semenjak tiga minggu lalu kami resmi pindah dari sebuah rumah mungil ke rumah mungil lainnya. Ya, walaupun mungil […]
Berapa waktu ini sesungguhnya saya amat sibuk. Pikiran, perasaan, lahir dan bathin.
Semenjak tiga minggu lalu kami resmi pindah dari sebuah rumah mungil ke rumah mungil lainnya. Ya, walaupun mungil namun cocok lah sesuai profil sebagai PNS rendahan. Jadi ambil rumah ketika mau sekolah ke Jepun dan ndilalah setahun sudah jadi dan kemudian dikontrak orang. Nah ketika pulang ke Indonesia rumahnya masih dikontrak orang, jadilah saya ngontrak rumah orang. Mbulet ya?
Nah yang ngontrak tersebut selesai beberapa bulan lalu seiring akan selesainya kontrakan saya. Jadilah dengan semangat baja dan keikhlasan kami merenovasi rumah tersebut. Tiga bulan pontang-panting akhirnya selesailah tiga mnggu lalu. Lumayan, nambah dapur dan satu kamar buat anak gadis abah yang sudah kelas enam SD.
Nah beberapa minggu proses pindahan sungguhlah melelahkan. Angkut-angkut barang yang walaupun sudah dipilah-pilah teteup aja banyak, walaupun sesungguhnya banyak yang gak jelas peruntukannya atau gak pernah dipake. Misalnya alat untuk memasak takoyaki, kimono, sepatu ninja, dan sebagainya. Dibuang sayang, penuh kenangan 😉
Namun harta yang paling berharga tentu saja buku-buku yang jumlahnya entah berapa. Walaupun sebagian sudah dititipkan di ruang kerja saya di kampus, tetap saja buku-buku ini memenuhi rumah. Sebagian besar adalah buku dan berkas penelitian. Sebagian belum terbaca atau tergarap seperti puluhan buku dan dokumen tentang Sulawesi Utara.
Nah rumah sudah jadi, ada tamannya untuk bengong menulis atau membaca.
Oh ya, episode paling heroik adalah memindahkan kucingnya anak-anak. Ada dua kubu antara yang sepakat dan tidak sepakat membawa kucing. Nah kalau saja voting, penyuka kucing akan menang. Tapi kami memilih musyawarah. Pihak anti kucing melunak dengan kompromi, kucing boleh dipindah tapi harus menetap di halaman dan teras, tidak boleh masuk rumah.
Jadilah kami mengadakan operasi memindahkan kucing di sebuah malam yang dingin diiringi hujan rintik-rintik.
Seperti biasa ketika mobil kami mendekati rumah lama, kucing-kucing mendekat. Namun yang tampak hanya Mino dan Ibu angkatnya, Miko. Anaknya Miko, Mito gak kelihatan. Setelah menunggu beberapa lama akhirnya hanya Mino yang kami angkut malam itu. Miko tak diangkut karena kami tak tega memisahkannya dengan anaknya. Maklum walaupun sudah gadis, Mito masih menyusui setelah adik-adiknya mangkat.
Bingung kan?
Nah Mino sepertinya betah di rumah baru. Ia menciumi apa ayang ada di rumah dan cukup nurut untuk tidur di luar, walaupun kalau gak ada Ibun selalu berusaha tidur di sofa yang hangat.
Itulah cerita rumah baru kucing, eh kami maksudnya 🙂