Pasti ini pertanyaan yang muncul di benak teman-teman. Ngapain saya maju jadi Ketua Iluni UI Banten. Apa kurang kerjaan? kurang sibuk? kebanyakan duit? Baiklah. Saya coba jawab. Pertama, penasaran dengan […]
Pasti ini pertanyaan yang muncul di benak teman-teman. Ngapain saya maju jadi Ketua Iluni UI Banten. Apa kurang kerjaan? kurang sibuk? kebanyakan duit?
Baiklah. Saya coba jawab.
Pertama, penasaran dengan sebuah mitos tentang alumni UI yang kabarnya tidak suka bekerjasama, tidak saling tolong menolong, malas berjaringan, dan egois. Anak UI tentu saja ada di mana-mana, tapi keberadaannya seperti tak saling menguatkan bagi rekan lain dengan alamamater yang sama. Mungkin ini akibat perjuangan masuk dan selama kuliah di UI yang berat dan menuntut kemandirian tinggi, bukan kerjasama yang tinggi.
Mitos ini mengganggu pikiran saya sejak dulu. Maka obsesi bahwa perlu ada upaya membangun paguyuban bernama iluni UI Banten yang guyub (namanya juga paguyuban) dengan identitas yang kuat namun tak ekslusif adalah tantangan yang nyata, tidak sederhana tapi sesungguhnya bisa diatasi.
Karena itulah, sesibuk apapun saya berupaya meluangkan waktu untuk membantu mahasiswa UI asal Banten yang tergabung dalam Forkoma UI Banten. Saya ingat beberapa tahun lalu, mereka dipimpin Fajar menemui saya di ruang saya di pascasarjana Untirta bersilaturahmi dan meminta saya jadi Pembina. Kunjungan itu saya balas dengan ngopi bareng di Depok ketika saya berkegiatan di sana.
Surprise karena Forkoma merupakan organisasi yang saya pernah ada di dalamnya sekitar tahun 2000-2002. Tahun itu saya (terpaksa) jadi ketua selama dua tahun, karena gak ada yang mau. Namun tahun itu Fokroma cukup aktif berkegiatan seperti try out, buat seminar, buka puasa sampai memulai Success Camp. Banyak yang terlibat seperti Kang Indra (FE 96), Kang Subhan (FS/FIB 97), Kiki, Iqbal, Adi, Adri, dll. Bahkan hubungan dengan Dosen yang berasal dari Banten sepeti Prof. Ibnu dan Bu Eneng juga amat baik.
Saya pernah di posisi mereka dan karena itu saya menerima teman-teman Forkoma dengan tangan terbuka. Lebih bahagia lagi karena mereka mengembangkan Forkoma dengan kegiatan yang semakin hebat. Walaupun Success Camp almarhum beberapa tahun lalu (tentu saya membacanya sebagai kegiatan yang bertahan belasan tahun, keren!), tapi ada kegiatan hebat seperti Mari mengajar yang masuk tahun ke 8 di 2019 atau Forkoma Education care/Gelar UI.
Jadilah saya hub atau penghubung bagi Forkoma dan para alumni. Lucu juga sih, misalnya di prodi Ilmu politik UI saya pernah menguji skripsi Kiki yang ternyata mantan ketua Forkoma UI Banten juga. Sempitnya dunia 😅
Sesungguhnya saya berharap Iluni UI bisa membantu mahasiswa UI asal Banten secara organisasi, namun belum bisa sepertinya. Jadilah berbagai kegiatan disupport melalui jalur informal dan individual. Misalnya, tahun lalu melalui group Iluni UI Banten saya membuka rekening donasi dan terkumpul lebih dari 5juta rupiah untuk kegiatan Mari Mengajar 7. Di acara tersebut juga Teh Irma bergerak bersama Kang Yudi ke lokasi memberi pelatihan untuk guru-guru di lokasi Mari Mengajar.
Tahun sebelumnya saya menyambungkan Forkoma Education Care dengan beberapa donatur potensial. Yang berhasil salah satunya dengan Kang Dendi, alumni dan mantan ketua Senat FH UI yang tinggal di tangerang dan memiliki kantor pengacara terkemuka di Indonesia.
Tapi tetap saja, bahwa Iluni UI sebagai organisasi belum bergerak dan bersinergi dengan mahasiswa UI asal Banten membuat saya geregetan. Ini sebetulnya alasan kedua.
Alasan ketiga adalah saya merasa kontribusi alumni UI (sebagai Universitas terbaik di Indonesia) dan Iluni UI di Banten belum maksimal. Kontribusi sosial maupun pemikiran belum cukup mewarnai berbagai kebijakan pemerintah maupun menjadi solusi berbagai persoalan di masyarakat. Banten masih saja terkenal daerah korup, miskin, pengangguran tinggi, dan lain-lain. Padahal jarak UI ke Banten paling 3 jam saja. Alumni UI di Banten juga bejibun, mulai sebagai Gubernur, Rektor (terpilih), pengusaha, pengacara, dosen, notaris, birokrat, designer, politisi, dokter dan sebagainya. Nah lo !
Lebih jauh lagi saya merasa ada ekspektasi dari para Senior yang belum terpenuhi di Iluni UI Banten. Ada Pak Muchtar Mandala, Prof Ronny, Prof Mustopadidjaja, Prof Lili Romli yang begitu bersemangat ketika Iluni UI hendak lahir. Namun walaupun ada beberapa kegiatan (Buka bersama, baksos) masih ada ruang bergerak dan beramal yang belum dioptimalkan.
Karena itulah sebagai alumni UI yang urang Banten (Lahir di Pandeglang, Kerja di Serang, dan tinggal di Tangerang) saya merasa perlu upaya bareng menghadirkan UI di Banten.
Alasan keempat, Iluni UI Banten belum jadi rumah bersama yang nyaman, hangat dan semarak bagi alumni. Setengah berseloroh, seorang kawan menyampaikan bahwa grup Iluni UI Banten akan memberikan notifikasi setiap pagi, berupa ucapan Assalamualaikum dari Ibu Dewi Sukasah/Vijay. Setelah itu ada beberapa sahutan dan kemudian sepi. Agak ramai jika ada yang meninggal, atau kadang-kadang ulang tahun. Tidak ada proyek sosial bersama yang dibicarakan, atau kegiatan yang direncanakan. Sepi. Walaupun tentu ada salam dari Bu Dewi membuat ada notif tiap pagi-nya, terima kasih dan alhamdulillah.
Karena itulah, Muswil yang diisi halal bihalal dan pemilihan menjadi penting, diramaikan dengan diskusi konsep dan pemilihan yang seru dan bersahabat. Siapapun yang jadi harus didukung bersama dan kemudian kesemarakan harus berjalan sepanjang periode kepengurusan.
Ini tidak mudah karena itu harus bergerak bareng. Ternyata kegelisahan ini bersambut dengan kegelisahan beberapa kawan. Saya ngobrol baik di dunia nyata dan maya dengan Kang Dendi, Kang Adi, Kang Adri, Kang Yearry, Kang Firman, Kang Hendro, dan kawan-kawan yang lain sebelum akhirnya memutuskan maju. Termasuk membicarakan berbagai kegiatan yang direncanakan dijalankan, tidak terlalu banyak namun menguatkan kebersamaan dan memberi kontribusi. Selalu dua itu kata kuncinya.
Kegelisahan yang sama ternyata dimiliki Kang Emil dan Bu Rus. Keduanya memutuskan maju dan memiliki niat baik yang sama. Saya berkomunikasi di dunia maya dengan Bu Rus, dan bertemu langsung dengan Kang Emil, sambil ngupi. Sehari setelah saya menerima kawan-kawan Forkoma UI Banten yang bersilaturahmi dan meminta bantuan alumni UI untuk Mari Mengajar 8.
Jadi Bu Rus, Saya dan Kang Emil ini generasi yang berbeda. Bu Rus paling senior, notaris beken di Tangerang. Beliau berkontribusi besar dalam berdirinya Iluni UI Banten. Bahkan pengukuhan Iluni UI Banten oleh Gubernur dilaksanakan di kantor beliau di Karawaci. Emil jauh lebih muda dari saya. Ia memiliki aktivitas baik di kampus maupun sosial yang cukup menonjol.
Saya sebagai “anak tengah” merasa smenjadi hub antar generasi Bu Rus dan generasi Emil. Nyambung ke atas dan ke bawah. Jadi jika terpilih, maka tiga generasi ini bisa bersinergi dan menghasilkan kekuatan yang dahsyat !