Minggu lalu saya beruntung bisa hadir di AAS in Asia Conference di Bangkok. Saya dan Professor Okamoto sedang menulis paper bareng dan mempresentasikan work in progressnya di panel tentang politik lokal di Asia Tenggara. Saya juga membawa misi penting, meeting tentang ICDeSA dengan Pak Okamoto yang mewakili CSEAS Kyoto University sebagai Co-Organizer ICDeSA serta memperluas kerjasama Prodi Ilmu Pemerintahan Untirta.Presentasi berjalan baik, kami mendapat banyak masukan dari Prof Eric Kuhonta sebagai discoussant dari Kanada dan juga para peserta. Presenter lain Viengrat alias Nengnong dari Chula presentasi soal Politik Lokal Thailand yang mencekam.

aas panel

AAS in Asia ini sungguh konferensi yang besar. Nama-nama besar ilmuwan sosial dari kampus-kampus besar banyak yang hadir. Karena tidak hanya membahas Asia Tenggara, maka panel yang membahas Asia Selatan dan Asia timur juga cukup banyak.Rame sekaliMenariknya, berbeda dengan konferensi di Indonesia, AAS in Asia tak menjanjikan proceeding terindeks atau publikasi di Jurnal. Ini semacam ajang ngumpul-ngumpul para ilmuwan dalam minat yang kurang lebih sama, makan dan minum bareng, tukar pikiran dan kartu nama, dan saling memberi masukan dalam berbagi panel. Asyik banget.

Untuk kajian Asia tenggara, nampaknya yang cukup kuat adalah Thai Studies. Ketika saya hadir di panel yang membahas perkembangan kajian Asia Tenggara di beberapa kampus besar dunia ada dua hal yang menonjol. Pertama, para presenter masih muda-muda banget. Padahal yang saya bayangkan pembahasan “berat” semacam perkembangan kajian Asia Tenggara dibahas oleh para “Senior”. Regenerasikah?

Yang kedua adalah pembahasan sebagian besar membahas Thai Studies. Tapi memang Thai Studies tak hanya punya tempat di Universitas luar negeri Thailand, tapi di kampus dalam negeri itu sendiri. Misalnya di Chula ini. Ini jadi pertanyaan nubitol macam saya. Kalau orang luar mau jadi ahli Indonesia, dia bisa belajar Indonesian Studies di kampus mana di dalam negeri? Atau justru belajarnya di Cornell, Kyoto, ANU atau NUS?

***

Nah senangnya adalah bisa ketemu banyak orang yang lama gak ketemu. Mbak Aisyah misalnya yang sedang menunggu hasil defense-nya. Beliau dan saya sama-sama mantan Ketua Senat Mahasiwa di FISIP UI. Kami mengobrol banyak tentang studi S3 yang memang membuat Permanent Head Damage (Ph.D). Ketemu juga dengan Mas Alex dari RSIS dan Mbak Deasy dari NUS yang ternyata senior di FISIP UI.abahdeasySaya juga ketemu Mas Luhur dari Unismuh, Mbak Erna dan kawan-kawan lain.Hanya memang ada banyak panggilan dari dalam negeri di sela-sela konferensi. Tetiba misalnya harus rapat membahas Proposal PRN yang ditunggu LIPI. Jadilah rapat via Video Conference dengan teman2 di Indonesia. Juga harus tek-tok membahas email-email pembahasan MoU dengan CSEAS Kyoto University dan ISEAS Chonbuk University. Alhamdulillahnya, keduanya gol.Jadi bisa pulang dengan senang hati ini 🙂

Tinggalkan Balasan