Pak Ben adalah salah seorang raksasa ilmu sosial terkemuka. Bukunya, “Imagined Community”, menjadi rujukan terpenting ketika bicara negara bangsa atau nasionalisme. Ia mencintai Indonesia, dan meninggal di Indonesia.

Kabar meninggalnya beliau kemarin pagi sungguh mengejutkan. Bagaimana tidak, beberapa waktu lalu ia masih sempat bicara di FIB UI. Sayang saya tak bisa hadir.

Saya sendiri memiliki kenangan khusus tentang Pak Ben.

Sekira dua tahun yang lalu, 17 Desember 2013 – saya diajak oleh beberapa kawan untuk jalan bareng Pak Ben. Ia datang ke Jepang untuk menerima sebuah penghargaan. Pak Ben memang memiliki hubungan baik dengan para ahli asia tenggara di Kyoto. Beberapa adalah teman dan juga muridnya di Cornell.

Saat berkenalan, saya diperkenalkan sebagai salah satu penulis Jawara in Power di majalah Indonesia. Sejak itu sepanjang jalan ia memanggilku jawara.

Ia nampak sepuh karena memakai tongkat, namun amat bersemangat. Kami berjalan berkeliling kawasan Korea town, dan mampir di sebuah Onsen untuk mandi air panas. Setelah makan siang kami juga berkeliling di kawasan red-light district yang mirip banget sama kawasan dolly, dan makan malam di restoran Hyaku Pakku, salah satu bangunan tua bekas rumah prostitusi terkenal. (Kelakuan ilmuwan sosial ya, jalan-jalannya ke tempat beginian)

Dalam berbincang, tak ada kesan snob, besar kepala, sombong, atau merasa hebat. Ben nampak santai, menikmati segala aktivitas dan lebih banyak mengobrol ringan. Saya yang anak kemaren sore lebih banyak mengamati obrolan mereka-mereka yang sudah saling kenal.

Ndilalah, Ben menyapa akrab dalam bahasa Indonesia pula: “Sudah lama kuliah?”

Aku menjawab: “Baru setahun Pak Ben” (deg-degan takut ditanya macem-macem yag sulit-sulit)

Ben bertanya sambil tersenyum “Pusing ya kuliah”

Aku menjawab “He he, iya musti banyak baca”

Dia lantas tertawa kecil dan berkata “He he, iya lah, kuliah memang harus pusing, itu namanya belajar”

Percakapannya berlanjut dengan cerita Pak Ben bahwa ia juga masih kerapkali datang ke Indonesia, mengunjungi beberapa tempat tertentu.

Waaa, senang sekali. Bicara dengan orang besar dalam ilmu pengetahuan dengan akrab, tanpa harus mengernyitkan kening dan merasa terintimidasi.

Screen Shot 2013-11-29 at 9.51.44 AM

***

Saya sungguh jarang minta potret bersama tokoh. Namun malam itu saya minta foto berdua bareng Pak Ben. Saya belajar tentang kerendah hatian.

Selamat jalan Pak Ben.

 

Tinggalkan Balasan