Hmm aku gak bisa menahan diri untuk tak menulis. Barusan mendapatkan PermenPAN no. 17 2013 (bisa didownload disini atau disini) juga tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya. Cukup mengejutkan, isinya tak jauh berbeda dengan draft yang dahulu sempat beredar dan diuji publik. Oke-lah, sambil ngopi dan nunggu waktu berangkat ke Aoi Matsuri buat jeprat-jepret, aku punya satu jam untuk membuat analisis soal karir dosen berdasarkan PerMenPAN dan RB tersebut (padahal tugas dari sensei belon kelar, he he)
Oh ya, ini juga update dari tulisan saya sebelumnya: karir dan remunerasi dosen di Indonesia.
Berikut analisis PerMENPAN dan RB no. 17 2013, tentu hanya pokok-pokoknya saja ya….
1.Bab I pasal 1 ada istilah baru/khusus untuk menyebut jabatan fungsional dosen, yaitu Jabatan Akademik Dosen.
2. Bab IV pasal 6 jenjang jabatan akademik dosen yaitu (ayat 3)
– asisten ahli (IIIb)
-Lektor (IIIc dan IIId)
– Lektor Kepala (IVa, IVb, IVc)
– Profesor (IVd,IVe)
dijelaskan dalam ayat (5) bahwa “…jenjang jabatan akademik dosen untuk pengangkatan dalam jabatan ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, sehingga jenjang jabatan, pangkat dapat tidak sesuai dengan jenjang jabatan, pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)”
artinya jika angka kredit mencukupi maka seorang dosen bisa memiliki jabatan akademik lebih tinggi daripada pangkat dan ruang golongannya. Misalnya seorang lektor kepala ber-golongan IIId bisa menjadi Profesor IVa jika angka kreditnya mencukupi. nah ketika dia mengajukan kenaikan golongan per-dua tahun, maka dia tidak mesti mengumpulkan angka kredit lagi. Namun bisa juga sebaliknya bisa jadi pangkat dan ruang golongannya lebih tinggi daripada jabatan akademik-nya.
3. Bab VIII pasal 14 ayat (2) “… Penilaian dan penetapan angka kredit terhadap dosen dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun “berarti setiap tahun ada rekap pencapaian PAK. Bagus juga biar kinerja terkontrol dan inventarisasi dokumen lebih terarah. Biasanya bapak/ibu dosen panik mengumpulkan berkas menjelang pengajuan PAK saja.
4. Bab IX pasal 24 Untuk pertama kali diangkat pada jabatan akademik asisten ahli atau lektor harus punya karya ilmiah di jurnal ilmiah, selain sayarat lain sudah S2 dan bergolongan IIIb dan nilai prestasi kerja baik.
5. pasal 25 Pengangkatan PNS dari jabatan lain ke jabatan akademik dosen dapat dipertimbangkan bila: memenuhi pasal 24, pengalaman mengajar paling kurang dua tahun dan ada formasi dosen.
6. Pasal 26 (1) kenaikan jabatan (akademik) dapat dilakukan bila mencapai kredit yang ditentukan dan paling kurang empat (4) tahun dalam jabatan (akademik) terakhir. Wah nambah setahun dari aturan sebelumnya yang 3 (tiga) tahun 🙁 . Nampaknya semangat mengerem laju pengajuan jabatan fungsional nih, terutama Profesor, nampaknya pemerintah keberatan (bukan gak ada duitnya loh, catet) membayar tunjangan kehormatan Profesor.
7. Pasal 26 (2) kenaikan pangkat (golongan ruang) dapat dilakukan bila mencapai kredit yang ditentukan dan paling kurang dua (2) tahun dalam jabatan (akademik) terakhir. sama saja dengan jabatan fungsional lain
8. Pasal 26 (3) Untuk menjadi lektor kepala dan profesor harus memiliki ijazah Doktor. Bahkan di ayat (7) dinyatakan bahwa kenaikan jabatan akademik dosen dari LK ke Profesor bisa dilakukan paling kurang 3 (tiga) tahun setelah memperoleh gelar doktor. Aturan ini dikecualikan (ayat 8) apabila dosen ybs memiliki karya ilmiah yang diterbitkan pada jurnal internasional bereputasi setelah memperoleh gelar doktor (S3) dan memenuhi persyaratan lain. (hmmmm makin susah jadi profesor, tapi ada kesempatan bagi yang berprestasi, hanya musti nuggu aturan lebih lanjutnya)
9. Kenaikan jabatan akademik dosen untuk menjadi:
– Lektor minimal wajib memiliki karya ilmiah di jurnal ilmiah.
– Lektor Kepala minimal wajib memiliki karya ilmiah di jurnal nasional terakreditasi.
– profesor minimal wajib memiliki karya ilmiah di jurnal internasional bereputasi.
catatan: ini lebih mudah daripada di draft-nya, nampaknya banyak keberatan diakomodir. Di draftnya, untuk jadi lektor kepala saja musti nulis di jurnal internasional, tapi lebih berat dari aturan lama yang tak mensyaratkan tulisan di jurnal.
10. Bab XI: untuk dosen yang dibebaskan sementara dari jabatannya (termasuk tugas belajar : pasal30d) pengangkatan kembali dalam jabatan akademik dosen dengan menggunakan angka kredit terakhir yang dimilikinya dan dapat ditambah angka kredit yang diperoleh selama pembebasan sementara. (pasal 31 ayat 5)
Artinya, (seharusnya) publikasi selama tugas belajar dapat dihitung sebagai angka kredit ketika pengaktifan kembali sebagai dosen 🙂
Nah, semoga aturan di bagian ini betul-betul terimplementasi dalam juklak/juknis sehingga dosen2 yang tugas belajar menjadi semangat melakukan publikasi sehingga meningkatkan rating perguruan tinggi di Indonesia (dengan catatan mencantumkan nama perguruan tinggi asal di publikasi).
11. Pertanyaan yang sering muncul, bagaimana dengan Lektor Kepala yang belum S3 (doktor). Hal tersebut diatur dalam ketentuan peralihan bab XIII Pasal 35 (1) “Dengan berlakunya peraturan menteri ini, maka dosen yang menduduki jabatan lektor kepala dan belum berijazah Doktor (S3) tidak dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya, kecuali yang memiliki pangkat Penata, golongan ruang IIIc dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya paling tinggi menjadi Penata Tingkat I golongan ruang IIId”.
jadi selamat untuk yang sudah menjadi lektor kepala, dan yang belum tetap semangat melipatgandakan upaya dan karya-nya.
12. PermePAn ini ditetapkan di jakarta pada tanggal 15 maret 2013 oleh MenPAn dan RB, serta diundangkan oleh menKUmHAM pada tanggal 21 Maret 2013.
13. Ada seabrek lampiran, silahkan dilihat sehingga kita bisa menghitung sendiri angka kredit dan juga proporsi angka kredit ketika pengajuan jabatan akademik dosen tersebut. Juga ada lampiran soal tugas wewenang dosen.
Oke, demikian analisis singkat terhadap butir-butir tertentu yang menurut saya menarik atau baru. Semoga penafsiran diatas tidak salah ya. Oh ya, belum tau juga apalah aturan ini sudah dilaksanakan dalam penilaian angka kredit yang diajukan atau belum. Saya sendiri masih menunggu pengajuan ke LK yang dilakukan sebelum berangkat sekolah ke Kyoto. Menurut hasil rekap sih sudah lolos ke tahap berikutnya.
Hmmm dalam diskusi di FB ternyata ketahuan juga kalau PermenPAN ini dibuat terburu-buru dan kurang cermat. Terlihat dari terdapat dua Bab XI, yang satu tentang FORMASI (pasal 27-29) dan satu lagi PEMBEBASAN SEMENTARA, PENGANGKATAN KEMBALI, DAN PEMBERHENTIAN JABATAN (pasal 30-33).
Kemudian soal tugas belajar, apakah angka kredit yang diperoleh berupa semua publikasi yang dilakukan atau hanya berupa selembar ijazah, juga debatable. Jika Pemerintah memang mau mendorong dosen selama tugas belajar berkarya semaksimal mungkin (kualitas dan kuantitas), sebaiknya semua publikasi dihitung. Jika ini dilakukan dan publikasi mencantumkan institusi di Indonesia, maka akan menaikkan rating institusi (baca: perguruan tinggi) di Indonesia. begitu juga batas kepatutan yang selama ini menghambat dosen untuk berkarya sebaiknya juga dihilangkan. Kita tentu saja menunggu hal-hal baik dalam juklak/juknis/panduan operasional penghitungan angka kredit yang bersemangat mendorong dosen untuk berkarya, bukan sebaliknya.
Update, angka kredit selama tugas belajar diakui, silahkan baca dan dapat dokumennya disini.
salam.
Update: telah terbit permenpan 46 2013 yang merevisi permenpan 17 2013, silahkan dibaca paparan singkat di sini.
Kalau lihat pasal 6 ayat 5, pasal 26 dan lampiran II sepertinya selain jabatannya bisa duluan dan pangkatnya menyusul….bisa juga pangkatnya naik terus sampai IV e tapi jabatannya tertinggal ,,,misalnya tetap lektor bagi yang masih bergelar Master……Karena sepertinya tidak ada persyaratan yang mengkaitkan jabatan dan pangkat…… . Pangkat bisa naik 2 tahun sekali…dan jabatan 4 tahun sekali….. maka pangkatnya bisa duluan..
betul pak, masukan bapak saya masukkan ke dalam analisis ya, terima kasih.
Sepengalaman saya tidak berlaku sebaliknya begitu pak…
Kalau jabatan akademik memang bisa jauh meninggalkan pangkat/golonga–> Bisa saja pangkat masih IIId tapi Jabatan akademik Lektor Kepala atau bahkan Guru Besar..
Tapi Pangkat akan terbentur pada “RUANG” dimana Jabatan Akademik kita berada. –> Kita tidak bisa mengajukan kenaikan pangkat ke IVA kalau Jabatan akademik kita masih di LEKTOR, karena pangkat tertinggi di “RUANG LEKTOR”ini hanya sampai IIId.
setahu saya keduanya bisa. Sebagai contoh jika kita sudah dua tahun memiliki jafung lektorIIId , tapi kumnya tidak mencukupi untuk ke lektor kepala, maka bisa naik ke golongan IVa dengan memasukkan sejumlah kum tertentu. Secara kasat mata kita bisa lihat banyak lektor kepala bergolongan IVd atau IVe karena tak memiliki gelar doktor sehingga tak memenuhi persyaratan ke guru besar.
Membantu banget..thanks
pak bukannya di pembekalan BLN Dikti disampaikan bahwa karya/publikasi selama sekolah tdk dihitung? mohon penjelasannya. makasih.
sewaktu pembekalan masih pake aturan lama. namun ini juga masih penafsiran saya atas apa yang tertulis di permenPAN, bisa jadi salah. Kita tunggu juklak/juknis/pedoman penghitungan angka kreditnya, masih banyak yang tidak diatur, seperti soal batas kepatutan dan keterangan apa yang dimaksud dengan ängka kredit”yang diperoleh selama tugas belajar, apakah semua publikasi atau hanya selembar ijazah saja.
Kalau ijazah ya memang diakui Pak dari dulu 🙂
yups, makanya kita berharap ada terobosan. kalau mau bersaing dengan negara tetangga dalam hal jumlah publikasi ilmiah, ya berikan insentif kepada dosen tugas belajar untuk rajin publikasi, bukan duit — tapi pengakuan terhadap karyanya.begitu toh 🙂
mau tanya pak… apakah kalimat ” ditambah angka kredit yang diperoleh selama pembebasan sementara” di pasal 31 ayat 5 juga ada di peraturan yg lama atau tidak ya?
Ysh. Pak Abdul hamid
Pada lampiran III, apakah dosen dengan jabatan akademik Asisten Ahli (IIIb) yang sedang menempuh pendidikan Doktoral (S3), setelah lulus dan aktif kembali dapat langsung mengajukan kenaikan Jabatan dan pangkat akademiknya ke jenjang Lektor (IIIc) hanya dengan menggunakan ijazah doktor (angka kreditnya 200)???
Pak Rudy yang baik. Nilai ijazah Doktor adalah 200. Artinya jika pengangkatan pertama dihitung bulat 200, jika s2 belum dipakai dihitung 100, jika S2 sudah dipakai sisa nilai ijazah doktor ya 50. Setelah lulus S3 tentu saja akan dihitung nilai ijazah (sesuai ilustrasi diatas) ditambah aktivitas Tridharma lain dan ketentuan lain, seperti publikasi di jurnal ilmiah dan empat tahun di jafung sebelumnya (ini sesuai PerMenPAN 17 2013, kalau versi aturan lama 3 tahun)
ijin share ke forum dosen univ sy ya pak. tks
silahkan bu/pak, semoga bermanfaat. di dalam tulisan juga ada PermenPAN-nya, bisa didownload dan dianalisis langsung juga.
Ysh. Pak Abdul Hamid…
Angka kredit ijazah Magister (S2) adalah 150 sedangkan angka kredit untuk ijazah Doktor (S3) adalah 200, artinya ada selisih 50. Dengan selisih 50 ini, seorang dosen dengan ijazah doktor akan sangat istimewa karena lebih mudah naik jabatan/pangkat dengan discount 50 angka kredit dibanding dosen yang berijazah Magister (S2). Apakah benar begitu Pak Abah Hamid..??
Yups nilai ijazah ya 50, bukan keistimewaan tapi saya pikir sebanding dengan sulitnya menyelesaikan S3. Bahkan bagi mereka yang aktif publikasi selama kuliah nilai itu terlalu kecil dibandingkan total publikasi selama kuliah S3 yang dihasilkan.
nanya pak, dengan peraturan yg baru apa ada kenaikan tunjangan fungsional dosen?
trims
salam
duma
amiiin, ini doa yang saya aminkan banget 🙂
sementara belum ada informasi yang bisa saya share.
malam pak, apa dengan peraturan yg baru ada kenaikan tunjangan fungsional?
trims.
salam
Duma
salam
duma
Analisis yang sangat membantu dalam hal mengingatkan lagi tentang hak dan kewajiban kita sebagai dosen… Trimakasih banyak, Pak Hamid…
terima kasih pak, yups — sekolah ini kan singgah sementara saja. setelah itu kita berkarir sebagai dosen berpuluh tahun. kalau tak memahami dan mensiasati aturan, karir tak berkembang dan hidup tak bahagia, he he.
Absolutely Right, Pak! hehehe
semoga tidak banyak bernasib seperti saya,,, mau usul LK eeeh harus doktor!!!
tapi proses di dikti kabarnya masih pake aturan lama lho, PermenPAN ini kan belum ada juklak/juknis/panduan dan belum disosialisasikan secara resmi, jadi mungkin masih sempet pak kalau segera dikirim ke jakarta, he he siapa tau gitu 🙂
Ass…Izin share untuk analisisnya ya pak. terimakasih..
monggo, semomoga bermanfaat
Untuk PAK itu ga bisa mengajukan keberatan ya pak? diperpempan baru ini jelas tertulis ya? Semester kemarin PAK saya ditolak karena baru tiga semester, angka kreditnya sudah memenuhi, dan ada 2 jurnal internasional ( 2 -2 nya terindex di scopus) sebagai penulis utama dan kedua. alasan ditolaknya karena belum 4 semester. Memang peraturannya begitu ya pak?
Saya malah baru denger kalau mesti empat semester. Dalam aturan lama, kita bisa mengajukan kenaikan jafung setelah satu tahun (dua semester) asal angka kredit mencukupi dan punya minimal satu tulisan di jurnal terakreditasi dikti. Dalam kasus saya, saya jadi lektor baru 3 semester dan mengajukan ke LK dan lancar2 saja karena punya jurnal akreditasi dikti. Sekarang sedang menunggu SK keluar
Saya jg sependapat dengan bapak dengan aturan lama tersebut, jadi saya mengajukan PAK dari lektor 3c ke 3d, tapi ditolak dengan alasan belum 4 semester dan dianjurkan untuk mengajukan lagi semester depannya.Semester ini saya sudah tugas belajar di luar selama 4 tahun jadi tdk bisa mengajukan lagi. Untuk hal-hal seperti ini kita memang tidak bisa mengajukan keberatan ya pak?
Harusnya ketika proses masih di kampus, bisa mengajukan keberatan ke tim PAK di kampus. Yang tidak bisa adalah ketika hasil dari jakarta sudah keluar berarti bersifat final. Inilah masalahnya, kadangkala yang menentukan adalah persepsi orang-perorang di kampus yang kebetulan berkuasa.
Setahu saya pak, pada aturan yang lama, pengajuan usulan kenaikan jabatan fungsional (jafung) bisa dilakukan setelah 1 tahun pada jafung sebelumnya. Nah, sekarang menjadi 4 tahun. Saya kira itu akan menghambat karir dosen untuk mendapatkan jafung yang lebih tinggi. Coba bapak bayangkan, misalnya dari ass ahli (IIIB) ke lektor yang hanya membutuhkan 50 KUM, apakah kita harus menunggu sampai 4 tahun baru bisa mengusulkan lektor?. Saya kira ini perlu dikoreksi pak. Kecuali mungkin dari lektor ke lektor kepala (LK) atau dari LK ke Professor.. Mohon tanggapannya pak.
Betul, di aturan lama, kenaikan normal setelah tiga tahun di jafung sebelumnya, kecuali memiliki tulisan di jurnal terakreditasi bisa mengajukan kenaikan setelah satu tahun. Nah di aturan baru ini, kenaikan normal setelah 4 tahun di jafung sebelumnya, bisa naik lebih cepat asal punya prestasi luar biasa, hanya belum jelas kriterianya.
Makasih pak jawabannya, saya sempet kecewa juga walaupun awalnya saya pun mengajukan PAK itu hanya ingin melihat apakah dosen2 senior dalam tim penilai bisa dan mau berbesar hati menerima kenyataan bahwa ada juniornya yang mampu mengajukan PAK dalam 3 semester. Kl untuk peraturan yang baru berarti boleh mengajukan PAK setelah 4 tahun (minimal 8 semester) ya pak, walaupun misalnya mempunyai tulisan pada jurnal terakreditasi dikti atau internasional? atau ini mungkin termasuk dalam pasal 26 ayat 5?
Ijin share ya pak,..
monggo mbak, semoga bermanfaat
blog yang mendidik…
semoga juklak/juknis segera terbit biar clear…
tk Pak berita baru yg berguna.
Ijin share ya Pak.
saya tertarik sekali dengan analisis diatas Pak, tapi ada yang ingin saya tanyakan berkaitan dengan Analisis ke-11 yaitu Pertanyaan yang sering muncul, bagaimana dengan Lektor Kepala yang belum S3 (doktor). Saat ini saya sudah Lektor kepala dengan golongan ruang IIId (SK tahun 2012), sebagaimana isi dari SK tersebut bahwa kenaikan golongan saya ke IVa akan saya terima setelah 2 tahun kemudian karena angka kredit saya telah mencukupi dan saya hanya menyiapkan persyaratan umum saja. Pertanyaan saya, apakah dengan adanya PermenPAN no. 17 2013 ini saya harus S3 (doktor) dulu baru bisa memperoleh golongan IVa? terima kasih atas tanggapannya dan mohon dikirimkan ke email saya juga.
menurut permenpan pasal peralihan jika masih S2 dan sudah LK memang hanya bisa sampai IIID pak Arman. Mungkin maksud perMenpan ini memang “memaksa”para dosen untuk studi lanjut ke S3. Kebijakan ini memang mendapatkan banyak protes dari kawan2 dosen senior. Tapi kita tunggu saja pedoman pelaksanaannya dari Dikti ya Pak.
Topik sangat menarik dan sedang ditunggu2 para dosen, nasib saya juga sama, sesuai SK terakhir saya bulan oktober ini seharusnya mengusulkan kenaikan golongam dari 3d LK ke 4a LK, tapi kalo info ini benar saya ambil sisi positipnya aja, rasanya untuk saat ini lebih nyaman Golongan 3d daripada 4a karena potongan pajaknya 15%, mudah2an setuju dengan saya
wah ikut prihatin pak/bu. tapi jika boleh usul, jika memang ada rejeki dan waktu luang, tak ada salahnya melanjutkan ke jenjang S3 sehingga holongan bisa lanjut dan melaju menjadi guru besar 🙂
Mirip dengan persyaratan guru untuk bisa di sertifikasi, pd awalnya harus bergelar S1 minimal. Tapi setelah berjalan tahun pertama, banyak protes, khususnya dari guru yg belum S1 tapi sudah senior. lalu, akhirnya para guru yg sudah senior tapi belum bergelar S1 tersebut, boleh juga disertifikasi. Sebaiknya utk Permenpan ini pun mempertimbangkan pembatasan ini dengan kekecualian, yaitu utk dosen yg sudah berumur 55 tahun ke atas tapi masih Gol III/d. Apakah mereka ini juga harus kuliah mengambil S3? Lalu, setelah bergelar S3 baru bisa mengusulkan ke Gol IV? Pada usia berapa Doktor dapat dicapai dan kapan Gol IV akan diperoleh? Rasanya hal pengecualian ini harus ada, ya Pak. Kurang adil menurut hemat saya kebijakan itu. Selanjutnya, andai kata pun dipaksakan Kuliah; kan harus biaya sendiri sebab batasan usia utk boleh mendapat beasiswa juga adalah di bawah 55 tahun? Sekarang ini, banyak juga dosen kmengambil kuliah S2 dan S3, tapi tdk linier dgn S1-nya. Lalu, arti kuliah itu apa? Bukankah tujuan orang kuliah utk memperdalam Ilmu yg dimilikinya (relevan)? Mohon Pak, tanggapannya. Sebelumnya saya sampaikan terimakasih.
Kenaikan jabatan ke Profesor jangan dipersulit. Kalau pemerintah tidak mampu membayar tunjangan kehormatan prof, cabut saja aturan pembayaran tunjangan tsb, yang terpenting adalah penghargaan akademik terhadap kemampuan dosen, bukan uang. Tunjangan profesi sebesar gaji pokok sudah cukup mensejahterakan dosen. Dengan permenPan 2013 akan menurunkan jumlah prof di sebuah PT, setelah sejumlah prof pensiun, tidak ada prof baru dalam waktu dekat.
Sepakat Pak, aturan baru boleh mengajukan jafung setelah 4 tahun di jafung yang lama membuat terjadinya perlambatan karir dosen. apalagi khusus buat calon profesor baru boleh mengajukan setelah 3 tahun bergelar doktor. Kebijakan dikti satu sama lain saling inkonstisten. Oh ya, soal tunjangan Profesor, uangnya ada kok Pak, kita punya anggaran pendidikan besar sekali dan setiap tahun tak terserap habis. masalahnya lebih ke semangat menghambat, bukan soal uangnya.
Setuju, sebaiknya jangan di hambat untuk jadi guru besar, biarkan sj bisa guru besar(tentunya sesuai ketentuan sewajarnya). walaupun tdk dapat tunjangan kehormatan, toh kebahagian itu tidak harus di ukur dengan uang.
Izinkan saya share “apes” karena diterbitkannya PerMenPAN 17 2013:
1. Saya diangkat sbg dosen Maret 1981 dan ditugaskan di PTN di Sumatera. Di tempat ini saya berdinas sampai pertengahan 2001. Jafung yg saya capai th 1996 adalah Lektor Kepala Madya (aturan yg lama).Pertengahan th 2001 saya mutasi sbg dosen Dpk di sebuah PTS di Surabaya.
2. Saya menyelesaikan S3 dgn biaya sendiri pada pertengahan Juli 2012 dalam usia 60 th 3 bln.
Selama studi dalam status resmi izin belajar. Jadi tetap melaksanakan Tridarma secara penuh. Berdasarkan peraturan, batas usia pensiun saya pd bln Mei 2017.
2. Jabatan akademik Lektor Kepala saya yg terakhir dgn kum tertulis 820 pd bl Oktober 2010 (LK sejak 2001!!!)
3. Karena saya dosen Dpk di sebuah PTS di Surabaya, sehari setelah ujian terbuka saya minta info dari Kop 7 ttg posisi saya utk mengusul ke prof. Info yg diperoleh berdasarkan ketentuan yg berlaku saat itu:
krn kum mencukupi, saya akan mengajukan ke Prof pertengahan th 2013. Tapi apa daya, seperti disambar petir, terbitnya PerMenPAN 17 2013 tsb membuyarkan semua cita-cita yg lama saya rintis. Karena notabene saya dosen senior yg telah banyak berkorban dan telah melaksanakan tugas sejak karir sbg dosen th 1981, kok menjelang batas usia pensiun tsb di atas dihantam dan dirampas hak saya mengusul ke Prof dgn bbrp aturan baru yg tidak mungkin saya penuhi dlm waktu singkat???!!! Kok tega-teganya tidak ada pertimbangan sama sekali bagi dosen yg setidak-tidaknya segenerasi dgn saya??!!!
Apakah masih ada harapan dari pihak terkait sehingga cita-cita utk mengabdikan ilmu utk kejayaan negara dan bangsa ini tidak dirampas oleh PerMenPAN 17 2013???
tapi seharunya yg sudah lektor kepala, proses kenaikan pangkatnya ke IVa diproses meski yg bersangkutan belum S3….khan repot nunggunya harus sekolah Doktor dulu ut menaikkan pangkat yg sudah III-d…hmmm
seharusnya memang tidak ada korelasi antara pangkat/golongan dengan pendidikan. kenaikan pangkat-mah hak PNS yang menjalankan tugas-nya secara berkala
Mencermati lampiran dari permenpan ini maka bagi teman-teman yang kebetulan menduduki jabatan sebagai ketua program studi mulai diberlakukannya permenpan ini tentu pekerjaannya tidak berat lagi atau tidak lagi menjadi beban karena toh tidak ada angka kredit pointnya dan semua pekerjaan sebagai ketua program studi akan di kerjakan oleh ketua jurusan atau sekretaris jurusan, kecuali bagi kepala laboratorium angka kredit pointnya sama dengan sekjur.
mau tanya pak….kalau perguruan tinggi telah mengusul kenaikan untuk kelektor kepala sebelum tanggal 15 maret 2013, apakah sudah terkena permenpan no 17 ini… mohon informasinya…
wah saya tidak tahu pasti, tapi semoga saja masih bisa, karena pedoman teknis belum ada dan rekap penilaian dikti masih muncul sampai bulan mei. Silahkan dicek di http://www.kopertis12.or.id/wp-content/uploads/2013/05/Update-PAK-Mei-2013.xls dan penilaian edisi sebelumnya di http://www.kopertis12.or.id/wp-content/uploads/2013/05/rekap-pak.-11_04_2013.xlsx
semoga namanya muncul disana dan termasuk yang lolos ya Bu Juharsah 🙂
Sebaiknya PermenPAN 17 2013 Tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya di berlakukan kepada Dosen yang baru akan di angkat sesuai tahun keluarnya Permenpan 2013. Kasihan dosen yang sudah sekian lama mengabdi. Kandas lah dia kalau cuman S2. Dan akan pensiun seperti umur PNS biasa. Belum tentu mutunya Dosen yang sudah S3 dengan S2. Menpan hanya bikin-bikin semaunya aja.
izin di share ya pak. Terima kasih
mangga
mgkn disiapkan dulu kebijakan pendukung
1. perbanyak jurnal nasional terakreditasi yang diakui DIKTI (perlu dipublish resmi oleh DIKTI)
Selama ini sering kebingungan jika mau memasukkan jurnal nasional. karena jml sangat terbatas shg hrs ngantri, juga tdk tau mana yg akan diakui DIKTI dan mana yg tidak
2. meningkatkan alokasi beasiswa, misal BPPS.
Dengar2 untuk BPPS, DIKTI hanya sanggup mengalokasikan unt biaya pendidikan maksimal cuma 9 juta. Jika kuliahnya di PTN ternama yg SPP nya 12 juta, masa dosen masih diharuskan nombok… 🙂
3. jika kebijakan ini bisa dianggap sebagai pembatasan jumlah lektor kepala, bisa dibayangkan jika dosen yg mau mengajukan penelitian fundamental yg syarat ketua penelitinya harus LEKTOR KEPALA. Maka dosen yg sudah LEKTOR KEPALA akan “laris manis” dipinjam namanya selama berpuluh-puluh tahun 🙂
4. perlu adanya stimulus agar dosen tidak perlu “hutang kiri kanan” ketika harus kuliah S3.
Misal, sertiikasi dosen yg hilang ketika tugas belajar, digantikan dengan tunjangan tugas belajar yg jmlnya sama besar.
5. Jika tujuannya mau “mengejar” Malaysia, ya gaji dosen disamakan aja dengan standard gaji dosen di malaysia he2x…
1. Jurnal nasional amat banyak, sekarang hampir semua prodi di kampus memiliki jurnal ber-ISSN yang artinya ya jurnal nasional. Yang sedikit memang jurnal nasional akreditasi, karena kriterianya amat ketat. sila mampir ke http://abahamid.wordpress.com/2013/03/29/jurnal-terakreditasi-dikti/, disana ada daftar jurnal terakreditasi terbaru.
2. Setujuuuuu, beasiswa jumlahnya mesti memadai dan dibayarkan tepat waktu. Pengelolaan beasiswa sekarang buruk sekali.
3. Ini juga setuju, jika diperhatikan seksama, kenaikan jafung dosen menjadi lebih lama (empat tahun lho). INi nampaknya mensiasati menghemat (hmm pelit kali ya) duit tunjangan yang diberikan ketuka remunerasi berlaku ke dosen. Ingat, kelas jabatan remunerasi berdasarkan jabatan fungsional.
4. Setujuuuuu
5. Setujuuuu jugaaa
Jurnal nasional yg sifatnya per bidang ilmu, masih sangat sedikit pak.
Misal, untuk Teknik Mesin, Informatics, Elektro dsb.
Dr daftar yg bapak list, paling-paling cm terdapat 1-2 jurnal saja perbidang ilmu..
Sangat tidak mencukupi.
yang ada dalam list, jurnal nasional terakreditasi dikti, kumnya 25. Nah, kalau sekedar jurnal nasional buanyak sekali, kriteria jurnal nasional adalah jurnal yang memiliki ISSN. rasanya sekarang hampir semua prodi membuat jurnal dan malah kesulitan mencari naskah 🙂
kawan jika dilihat dari lampiran III dan empat lektor kepala IV.c dengan pendidikan magister dapat mengajukan angka kredit 1050 apa tidak bertentangan dengan pasal yang lain sory
Betul Pak, aturan ini nampaknya dikebut pengerjaannya. Lampiran II memang bertentangan dengan isi Permenpan yang menyatakan bahwa Dosen bergelar magister (S2) hanya bisa sampai Lektor dan jikapun sudah lektor kepala mentok di IIID.
Bagaimana dgn dosen yg sdh lektor kepala golongan 4b apa bisa mengusul jabfung ke Lektor Kepala 4c dgn ijazah S2? Trims atas jawabanx pak
menurut PermenPan diatas, tidak bisa Pak.
Mohon ijin untuk di-share di bloh saya Pak Hamid.
monggo Pak, semoga bermanfaat
Terima kasih informasinya Abah Hamid.
Apakah ada informasi mengenai wacana pemerintah untuk menaikkan fungsional dosen, terkait dengan “semakin sulit” seorang dosen untuk naik jabatan?
Ini yang tunggu-tunggu Bu Agnes, kalau ada saya akan share di blog ini.
sore Pak Hamid, mohon info. apa benar dosen dg jabatan fungsional lektor pensiunnya usia 58 ? trims sebelumnya.
Pa hamid, bulan september ini saya baru mengajukan NIDN dan kepangkatan asisten ahli, dgn berkas2 tanpa jurnal ilmiah. Apakah bisa diteruskan atau terganjal dgn aturan baru ini? Satu lagi, utk persyaratan sertifikat Toefl dan TPA kira2 efektif thn depan atau kpn pa? Maaf sy dosen baru, jd butuh banyak informasi..trm kasih
Bu Nining yang baik, berdasarkan PerMenpan 17 2013 pasal 24 ayat 1 (c) memang harus memiliki karya ilmiah dalam bentuk paper yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Tapi karena penilaian angka kredit untuk asisten ahli dan lektor dilaksanakan di kopertis, sebaiknya berkonsultasi dengan mereka. Biasanya ada “aturan” internal yang bisa jadi lebih mudah atau lebih sulit dari peraturan sebenarnya. Tapi tak ada salahnya menulis paper di jurnal kan? asal ada ISBN-nya bisa kok, sekarang banyak jurnal kesulitan naskah. Nah kalau TOEFL dan TPA, itu syarat serdos dan dilaksanakan serentak secara online, jadi tak usah mengambil test dengan biaya sendiri, kecuali kalau mau mengukur kemampuan. Salam.
Terima kasih info nya pa hamid..semoga lancar studi nya di Jepang dan diberikan kemudahan dalam setiap aktifitas nya. Aamiin
saya seorang guru kemana saya harus mengurus kenaikan 1Va ke 1Vb?
wah punten, saya kurang tahu, sebaiknya tanya ke Dinas Pendidikan setempat ya Pak/ Bu. Salam
Aslm. Pak, saya juga mau bertanya. Apabila sebelum lulus S2 kita sudah punya publikasi ilmiah (konferensi internasional) dimana buktinya lengkap (prosiding ber-ISBN, open acces, dan sertifikat) dan beberapa kegiatan penunjang lainnya seperti mengikuti summer course, Ini saya mau mengajukan jabatan fungsional asisten ahli, namun setelah saya hitung kredit saya (termasuk publikasi dan kegiatan penunjang sebelum lulus S2) sudaah mencapai lektor IIIC. Ini merupakan pengajuan saya yang pertama. Pertanyaan saya:
1. apakah kegiatan saya sebelum lulus tersebut dapat dihitung dalam penentuan angka kredit?
2. apakah saya harus mengajukan asisten ahli dulu atau bisa langsung ke lektor?
Sementara itu dulu Pak, mohon bantuannya. Semoga Bapak dan keluarga senantiasa mendapatkan perlindungan dan dicukupkan nikmat dari-Nya.
Salam,
Santoso dari UNP Kediri
Dear Pak Agus, berdasarkan permenpan 17 2013, pengangkatan pertama jabatan fungsional untuk dosen bergelar S2 adalah asisten ahli IIIb (ps.24 dan lampiran II). Pengangkatan pertama ke lektor IIIc adalah untuk dosen bergelar S3. Kemudian, karena angka kredit adalah juga bentuk “pengakuan kinerja dosen”, maka angka kredit yang dihitung adalah angka kredit yang berasal dari kegiatan setelah menjadi dosen. jadi jika sebelum S2 anda sudah menjadi dosen, maka bisa dihitung, dan begitu sebaliknya. Satu lagi, jika ternyata angka kredit melebihi kecukupan yang dibutuhkan untuk menjadi asisten ahli IIIb, maka kelebihannya bisa dihitung dan bisa digunakan untuk pengajuan jabatan fungsional selanjutnya (ps.12). Semoga bermanfaat dan semoga sukses ya.
Ya Pak, terima kasih banyak atas penjelasannya. Sangat membatu penjelasan panjenengan.
Siang Pak, maaf saya bertanya lagi. Jika S1 kita adalah S.Pd. (Pendidikan Biologi) dan S2 kita adalah M.Si. (Biologi) bidang penugasan saya mulai menjadi dosen adalah bidang Biologi Faal (dikurikulum S1 dan S2 saya ada bidang itu juga Pak). Saya mengajar di Prodi Pendidikan Biologi. Apa stutus linieritas saya ya Pak? Linier satu rumpun atau linier bidaang studi? Terima kasih.
Pak Hamid mohon bantuannya, suami saya sudah mengajar 2 tahun dan memiliki NIDN pendidikan s1,s2 dan s3 hukum. Untuk pengajuan jafung yang pertama, apakah bisa ke lektor dengan golongan 3d, apakah benar untuk pengurusan jafung pertama, kelebihan kum nya tidak dapat dipakai lagi untuk pengurusan jafung berikutnya. Terima kasih pak, sebelum dan sesudahnya.
Bu Nuzy yang baik, sesuai perMenPAN pertama dalam jabatan fungsional dosen berijazah Doktor adalah Lektor IIIC. Sesuai lampiran memang semua kum didapatkan dari ijazah yang bernilai 200,walaupun ada kewajiban memiliki publikasi di jurnal ilmiah. Nah jika digabung dengan berbagai aktivitas2 lain tentu angka kreditnya akan lebih dari 200 sehingga menjadi lebihan yang diperhitungkan dalam kenaikan pangkat selanjutnya. Katakanlah begini, jumlah ijazah plus Tridharma lain total 315,bagaimana menghitungnya?
1. Pengangkatan pertama untuk Lektor IIIc
2. Dalam SK akan ditulis ” Dapat dinaikkan pangkatnya secara bertahap menjadi penata tingkat I golongan ruang IIId”
3. Artinya dalam kenaikan pangkat golongan dua tahun kemudian tidak usah mengumpulkan angka kredit lagi karena masih tercukupi oleh angka kredit yang dimiliki.
Demikian ya Bu, semoga bermanfaat.
Terimakasih pak atas informasinya, sangat bermanfaat, saya baru lihat ada jawabannya, maklum masih gaptek. Terima kasih sekali lagi.
pak hamid, saya dosen swasta memiliki jafung asistenahli III/b, dan setelah 2 thn saya mau ke lektor III/d. apakah saya bisa langsung ke gol III/d tanpa lebih dahulu III/c? jika bisa atau jika tidak bisa, apakah ada aturannya? terima kasih
Pak Nasarudin, dalam aturan lama, kenaikan jafung secara normal bisa dilakukan setelah 3 tahun di jafung lama, kecuali punya paper di jurnal terakreditasi. Nah, dalam aturan baru (Permnpan 17 2013) malah lebih lama lagi, 4 tahun di jafung lama, kecuali memiliki prestasi tertentu (belum ada penjelasannya). Nah, yang mungkin bisa dilakukan bukan kenaikan jafung, tapi kenaikan golongannya, karena kenaikan golongan memang setiap dua tahun, dan tidak bisa lompat. Apakah perlu mengumpulkan kum atau tidak, tergantung dari jumlah kum yang diperoleh ketika asisten ahli, biasanya tertulis di SK atau lampirannya, bisa mengajukan kenaikan golongan sampai golongan berapa.
Pak Fuad yth,
Saya dosen PT swasta, dan belum lama ini saya mengalami kenaikan pangkat jadi Lektor 200/IIIc. Kalau saya belum S3, apakah saya bisa mengurus kenaikan pangkat menjadi lektor 300/IIId? Jika bisa, dalam waktu berapa lama saya mulai bisa mengajukan kenaikan ini?
Terimakasih atas tanggapan Bapak.
Barokallahu fiik
Winih
Bisa setelah dua tahun, namun harus mengumpulkan kum sama atau lebih dari 100.
Pak Hamid yth,
Maaf beribu maaf di pesan saya sebelumnya, saya salah sebut nama Bapak.
Mohon dimaklumi.
Salam takzim,
Winih
😉
Ah, klu keputsan dibuat tergesa gesa aneh sprti ini,sama dgn kep tentang pensmiun prof 70 thn, mestinya def prof dulu diperjelas kalau dia guru besar sdh pasti pendidik mk yg dihit harusnya pengalaman dia mendidik, ini tidak sekolah terus sampai doktor pulang 2 thn dpt prof ya aneh aja hrsnya ditetapkan sdh mendidik mhs minimal 20 th. Lain halnya kalau prof riset nah itu dia mau 2 thn 1 thn setelah doktor asal memperoleh hasil penelitian yg diakui dunia mk dia dpt prof riset.
Permenpan dan RB 46/2013 tentang Perubahan Permenpan dan RB 17/2013. Baiknya dianalisis lagi dengan artikel baru, apa dan implikasi perubahannya?
Trims infonya 🙂 Analisis sudah bisa dibaca di http://abdul-hamid.com/2014/02/18/revisi-permenpan-17-2013/
Salam Pak Abdul Hamid.
Terima kasih atas artikelnya.
Apakah publikasi2 kita yang diterbitkan saat belum jadi dosen (selama program doktor) bisa dimasukkan sebagai kum kredit dosen?
Terima kasih
Fariz
Tentu saja bisa, tapi angka kredit maksimal bagi pengangkatan pertama adalah Lektor (200) dengan golongan pangkat III/c dari masa kerja 0-4
tahun. Tapi karena pengangkatan pertama, begitu angka 200 tercapai (plus 10 angka kredit dari penelitian dan pengajaran), maka sisanya tidak bisa dipakai lagi. Ini penjelasan sementara, nanti saya akan mengecek lagi.
saya dosen. dpk pns tugas belajar s3 di ugm. sudah berjalan 5 tahun sekarang ini. pihak pts memberi beban mengajar penuh dengam alasan sudah melampaui masa studi. dimanakah saya bisa membaca aturan tesebut ? terima kasih
Kalau berdasarkan SE MenPAN 04 2013, masa tugas belajar S3 itu 4 tahun, bisa ditambah satu tahun. nah jika belum selesai, bisa ditambah 1 tahun lagu dalam kondisi tugas belajar, dalam arti wajib melaksanakan kewajibans sebagai dosen. Silahkan dibaca di sini http://dosenindonesia.net/se-menpan-no-04-2013-tentang-pemberian-tugas-belajar-dan-izin-belajar/
Mohon Pencerahan… apakah ada aturan untuk kenaikan jafung pertama kali ke asisten ahli? saya seorang dosen negeri begitu di terima saya langsung diberangkatkan untuk S2. Jadi tidak sempat untuk mengurus jafung dan lain-2.. tahun ini sudah tahun ke 4 saya menjadi dosen 100%. yang saya mau tanyakan apakah benar untuk jafung pertama kali, nilai kum semua yang telah saya kumpulkan akan di reset atau di nolkan setelah jafung pertama kali, walaupun jumlahnya sangat berlebihan, jika dihitung dengan menggunakan ijazah S2 dan karya2 ilmiah saya…
TErimakasih
Mas Andreas, betul, dalam pengangkatan ke dalam jabatan fungsional pertama, maka angka kredit lebihan tidak dihitung alias hangus. Silahkan baca selengkapnya di http://abdul-hamid.com/2014/10/06/permendikbud-92-2014-juknis-pelaksanaan-penilaian-angka-kredit-jafung-dosen/
Pak abdul hamid yth.
Mohon penjelasan tentang pengangkatan PNS dari jabatan lain ke jabatan fungsional dosen yang serendah-rendahnya jabatan lektor. Apa yang dimaksud jabatan lain dan apa-apa saja yang termasuk jabatan lain? Atas penjelasannya diucapkan terima kasih.
Jabatan lain adalah jabatan selain jabatan fungsional dosen, baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional. Misalnya PNS di Pemda atau kementerian, peneliti LIPI, dan lain-lain.
Terima kasih atas penjelasannya.
Pak abdul hamid saya ingin share lagi. Biar saya lebih jelas. Pada pasal 22, saya dapat unduh dimana penjelasan pasal tersebut. Karena di t4 kami. Ada pengajar lulus s1 tahun 2010
Dan diangkat dalam jabatan dosen oleh bkd setempat dalam jabatan lektor pada tahun 2011. Dengan alasan pengajar yang bersangkutan sebelumnya sebagai fungsional umum. Jadi pihak bkd menggunakan pasal 22 ini sebagai landasannya. Masalah : apakah dalam pengangkatan pertama yang bersangkutan memàng harus diangkat dalam jabatan lektor atau sebaiknya asisten ahli dulu mengingat tingkat pendidikan baru s1?dan ini menjadi polemik di t4 kami ssmpai sekarang. Kami berharap atas penjelasan bapak dapat membantu mengurai permasalahan tsb. Atas pencerahannya diucapkan terima kasih.
Pak Agus, mungkin yang bapak maksud pasal 25 ya? Nah dalam kasus tersebut ybs TIDAK dapat diangkat menjadi dosen karena masih berpendidikan S1. Syaratnya sesuai pasal 24 adalah berpendidikan minimal magister (S2). Ketentuan lebih lanjut bisa dibaca juga di Permendikbud No. 8 tahun 2014. Disana diatur lebih lanjut tentang alih jabatan PNS non dosen menjadi dosen silahkan dibuka di sini. Semoga bermanfaat.
Ysh. Pak Abdul Hamid,
Mohon bantuan informasinya, saat ini ada rekan dosen (PTS) memiliki JJA, Lektor Kepala 400 pendidikan S2, Apakah dimungkinkan dengan Permen yang baru ini rekan saya bisa naik ke Lektor kepala 550 atau 700? Selama ini informasi yang kami dapatkan untuk dosen PTS hanya bisa pindah jejang saja (AA ke Lektor, Lektor ke Lektor Kepala dan Lektor kepala ke Professor).
Terima kasih banyak Pak Abdul Hamid.
Baca pasal 12 Permendikbud 92 2014, Kenaikan pangkat dalam lingkup jabatan yang sama dapat dilakukan apabila memenuhi:a. telah memenuhi angka kredit yang dipersyaratkan baik secara kumulatif maupun setiap unsur kegiatan pada lingkup jabatan tersebut sesuai dengan Lampiran I;
b. memiliki karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah nasional dan/atau internasional untuk jabatan Lektor dan Lektor Kepala sebagai penulis utama; dan
c. memiliki karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah nasional terakreditasi untuk jabatan Profesor sebagai penulis utama. http://abdul-hamid.com/2014/10/06/permendikbud-92-2014-juknis-pelaksanaan-penilaian-angka-kredit-jafung-dosen/
Maaf, saya mau ikutan bertanya. Boleh ya Abah?
Saya sudah asisten ahli IIIa dengan ijazah S1. Setelah saya lulus S2, sekarang mau mengajukan kenaikan ke Lektor IIIc. Maka ijazah S2 saya dihitung 50 kan? Artinya, ditambah dengan poin asisten ahli 100, maka sisa poin yang harus saya kumpulkan hanya 50 lagi.
Dengan adanya peraturan baru bahwa lektor harus min 45% pengajaran, 35% penelitian, 10% pengabdian, dan 10% penunjang, maka berapa poin penelitian yang harus saya kumpulkan? Apakah 35% dari 50 sisanya, ataukah dari poin utuh 200 untuk lektor IIIc, atau dari 100 (selisih poin lektor IIIc dengan asisten ahli IIIa)?
Mohon pencerahannya.
Terima kasih.
Mbak Intan, agak ribet memang. Oh ya selamat dulu untuk S2nya. Menurut pemahaman saya minimal 35% dari kum lektor yang 100. Tapi juga mesti memenuhi syarat akumulatif yaitu minimal 35% dari 200. Tapi sebaiknya berkomunikasi dengan reviewer di kampus/kopertis karena pada saat penilaian tafisran mereka yang dipakai.
kata “ditambah angka kredit yang diperoleh selama pembebasan sementara” > dalam konteks tugas belajar, dosen/pegawai yang bersangkutan dibebaskan sementara untuk tujuan studi, jadi angka kredit yang diakui adalah ijazah. mari kita diskusikan 🙂
Ijazah ditambah angka kredit lain yang diakui, misalnya tulisan di jurnal internasional bereputasi atau terakreditasi 😉
Bukan begitu Pak Darwanto?
Assalamu’alaikum
saya fiqih. saya april tahun 2015 baru saja menyelesaikan s2. kemudian saya mengajar di sebuah PTS. tetapi untuk saat ini saya belum membuat NIDN karena rencana membuat NIDN tahun depan.
Yang ingin saya tanyakan adalah seandainya saya belum dapat NIDN apakah beberapa SKS yang saya ajar sekarang bisa digunakan untuk pengumpulan angka kredit untuk jabatan fungsional asisten ahli?ataukah penghitungannya berdasar setelah saya mendapat NIDN?
terimakasih
Waalaikum salam. Mas Fiqih, sepemahaman saya, penghitungan kredit dimulai ketika menjadi dosen tetap dan ditandai dengan dimilikinya NIDN. Semoga sukses ya.
seandainya saya sudah punya NIDN di PTS. apakah bisa saya daftar CPNS di PTN? dan apakah akan bermasalah ?
Terimakasih
Bisa dan seharusnnya tak bermasalah. banyak teman yang dosen PTS dan bisa pindah, bahkan jabatan fungsionalnya dilanjutkan. Namun pastikan ketika mendaftar mendapat restu dari pimppinan PTS sehingga mempermudah ketika pencabutan NIDN jika diterima jadi dosen PTN.
Dosen jadi objek pejabat pemerintah, padahal pejabat tsb hasil didikan dosen, meskipun yg utak-atik peraturan itu juga dosen.. Apa ya yg ada di kepala mereka?