Dulu saya pernah menulis tentang anak-anak muda yang cemerlang. Tentunya dalam konteks belajar ke luar negeri: mereka bertarung mencari beasiswa atau kerja sambil kuliah di luar negeri.
Ada perbedaan sedikit antara generasi saya yang sudah berumur 30-an dengan mereka yang lebih muda.
Pertama, saya dulu menikah, baru mencari sekolah. Akibatnya ke luar negeri bawa “pasukan” yang tentu saja menyumbang kerepotan tersendiri. Yups ada urusan-urusan domestik yang mesti di urus dan cukup menyita waktu dan energi juga, disamping biaya yang cukup besar yang mesti dikeluarkan untuk keluarga. Walaupun juga membahagiakan karena memiiliki kesempatan hidup berkeluarga di luar negeri, menikmati berbagai fasilitas negara yang beradab sungguh pengalaman hidup yang luar biasa. Bagi anak-anak yang bersekolah di sekolah publik di sini, ini akan membuka pemahaman multikultural mereka secara alamiah.
Anak-anak muda di bawah generasi saya, sebagian besar belum menikah. Mereka memiliki kesempatan mencari jodoh secara global dan kakinya lebih ringan untuk melangkah ke mana saja. Konon, di Jepun sini memiliki calon pasangan orang lokal membuat bahasa Jepun menjadi jauh lebih mudah dipelajari, ada kebutuhan soalnya 😉 Nah, yang mencari produk asal juga punya alasan untuk aktif di berbagai kegiatan komunitas seperti PPI, he he. Kalau sudah menikah biasanya banyak pertimbangan dan ujung-ujungnya memprioritaskan keluarga.
Kedua, generasi saya biasanya bekerja dulu baru bersekolah ke luar negeri. Yups, sebagai PNS kaki rasanya diiket. Lulus mesti tepat waktu dan ditunggu kantor di Indonesia untuk kemudian menjalani ikatan dinas. Jadi memang tak terpacu untuk menggali pengalaman seluas-luasnya sedalam-dalamnya ketika di luar negeri.
Nah, anak-anak muda itu sebagian besar belum bekerja atau berani resign dari tempat kerja. Akibatnya mereka terpacu untuk menggali pengalaman sedalam-dalamnya di luar negeri, meningkatkan kapasitas dan mencari kesempatan bekerja di berbagai perusahaan di luar negeri atau di perusahaan multinasional. Sejatinya, mereka inilah yang kemudian menjadi bibit diaspora Indonesia.
Tentu saja nggak bsia digebyah uyah ato digeneralisasi begitu saja, ada banyak varian lain. Namun melihat anak-anak muda yang hebat-hebat itu, saya percaya masa depan Indonesia bisa lebih baik.